Kamis, 30 Juni 2011

KH. JazuliJuwaini berbicara sejarah BANTEN

Mengapa Banten sangat dekat dengan ULAMA? kalau kita baca sejarahnya kita bisa menemukan jawabnya

saya akan menyampaikan sedikit dari sejarah Banten silahkan disimak dan disebarluaskan semoga bermanfaat

Sejarah kerajaan Banten dlm sejarah kalah menarik dr Kerajaan maritim sriwijaya dan sunda pajajaran


Banten sbg pelabuhan yg penting & strategis di Nusantara,setelah masuk Dinasti Islam abad ke 16.

lokasi awal Banten skitar 10km masuk ke daratan,tepi sungai Cibanten,dibagian selatan dr Kota Serang sekarang

Dikenal dengan nama “Banten Girang” atau Banten di atas sungai, nama ini diberikan berdasarkan posisi geografisnya

Penelitian tahun 1988 pd program Ekskavasi Franco – Indonesia, berhasil menemukan titik terang akan sejarah Banten

Banten ternyata sudah ada di awal abad ke 11 – 12 Masehi

Buktinya dikelilingi oleh benteng pertahanan

didukung oleh berbagai pengrajin pembuat kain, keramik, pengrajin besi, tembaga, perhiasan emas & manik kaca

Mata uang logam (koin) sdh digunakan sbg alat pembayaran

Hubungan internasional sudah terjalin dengan China, Semenanjung Indochina, dan beberapa kawasan di India

Portugis mdokumentasikn Banten & sekitarnya pd awal abad 16, 15 tahun sebelum Kerajaan Islam Banten terbentuk 

Thn 1522 Masehi, Portugis di Malaka,mengirim utusan ke Banten, yang dipimpin oleh Henrique Leme 

Portugis diberikan akses tak terbatas untuk persediaan lada

Portugis diperkenankan untuk membangun benteng di pesisir dekat Tangerang

2 alasannya : 1.agar Portugis dapat menahan kapal yang berlayar dari Demak

2.untuk menahan armada Portugis yang sangat kuat pada saat itu, tidak terlalu dekat dengan kota Banten 

Dtng Sunan Gunung Jati, penduduk asli Pasai, bagian utara Sumatera setelah tinggal lama di Mekah & Demak di Banten

Menetap di Banten Girang, dengan tujuan utama menyebarkan ajaran agama Islam

Puteranya, Hasanudin memimpin operasi militer di Banten

Islam mengambil alih kekuasaan pada tahun 1527 M bertepatan dengan datangnya armada Portugis

Hasanudin dinobatkan sbg Sultan Banten oleh Sultan Demak, & menikahkan adiknya dengan Hasanudin
Dengan itu, sebuah dinasti baru & kerajaan baru didirikan & Banten dipilih sebagai ibukota Kerajaan baru tersebut

jadi jelas hubungan Ulama dengan Banten sangat erat...semoga bermanfaat kawan2 saatnya persiapan sholat jumat..

*) sumber http://twitter.com/#!/JazuliJuwaini







Oleh-oleh Utama Isra’ Mi’raj

Beruntunglah orang-orang yang kekasihnya kembali dari perjalanan panjang, lalu ia mendapatkan oleh-oleh istimewa. Sepanjang sejarah manusia, tak pernah ada perjalanan yang lebih panjang jaraknya melebihi isra’ mi’raj. Tiada pula oleh-oleh yang lebih istimewa daripada oleh-oleh utama perjalanan spiritual itu. Maka, tidak ada orang yang lebih beruntung melebihi mereka yang mendapatkan oleh-oleh utama isra’ mi’raj itu lalu menikmatinya.


Shalat lima waktu adalah oleh-oleh utama isra’ mi’raj. Bahkan, banyak orang yang hafal bagaimana perjuangan Rasulullah mondar-mandir dari langit keenam ke Sidratul Muntaha dan sebaliknya; demi mengurangi jumlah kewajiban shalat untuk umatnya. Perjuangan itu akhirnya berhasil, umat Muhammad hanya diwajibkan shalat lima waktu, dari lima puluh waktu sedianya.


Oleh-oleh utama isra’ mi’raj itu dibagikan begitu saja oleh Rasulullah SAW kepada seluruh sahabatnya. Semua kebagian, semua mendapatkan. Lalu semua menikmati. Sebab mereka sadar ini bukan oleh-oleh biasa. Ini adalah metode Rabbaniyah bagi manusia untuk berhubungan dengan Rabbnya. Saat-saat khusyu’ dalam shalat menjadi saat-saat paling nikmat dalam kehidupan para sahabat. Saat-saat khusyu’ dalam shalat lima waktu merupakan saat-saat yang paling mereka rindu. Mereka begitu menikmati oleh-oleh isra’ mi’raj itu.


“Apabila Abdullah bin Az-Zubair sudah mendirikan shalat,” tutur Ibnu Qudamah dalam Mukhtashar Minhajul Qashidin, “maka seakan-akan ia adalah sebatang pohon, karena khusyu’nya. Saat dia sujud lalu ada beberapa ekor burung yang hinggap di punggungnya, maka hal itu tak membuatnya terusik.”


Ali bin Abu Thalib tak kalah khusyu’nya. Ketika suatu saat ia terkena panah, sahabat lain hendak membantunya mencabut anak panah itu. Saat itu belum ada obat bius yang bisa meringankan sakit. Sudah tentu mencabut anak panah akan sangat menyakitkan rasanya. Namun Ali punya kiat tersendiri. “Biarkan aku shalat,” katanya, “ketika aku di tengah shalat nanti, cabutlah anak panah ini. Ia takkan terasa apa-apa.” Begitulah. Sungguh luar biasa.


Sewaktu Rasulullah kembali dari peperangan Dzatur Riqa’, beliau beristirahat bersama seluruh pasukan muslim pada suatu jalan di atas bukit. “Siapa yang bertugas kawal malam ini?,” Tanya Rasulullah.


“Kami, ya Rasulullah!” jawab Abbad bin Bisyr dan Ammar bin Yasir. Mereka lalu membagi jadwal, Ammar bin Yasir istirahat dulu sementara Abbad bin Bisyr berjaga, lalu sebaliknya.


Suasana malam sunyi, tenang, dan angin yang berhembus sepoi serta suara alam membuat Abbad juga ingin menikmati penjagaan itu bersama Rabbnya. Ia pun shalat. Dan dalam sekejap ia telah khusyu’ menikmati berduaan dengan Rabbnya.


Tiba-tiba, dari sebuah arah melesatlah anak panak tepat mengenai Abbad. Abbad mencabut panah itu sambil terus tenggelam dalam shalat. Panah datang lagi mengenai tubuh Abbad, dan ia mencabutnya lagi. Darah telah bercucuran namun Abbad tetap nikmat dalam shalatnya. Kemudian panah melesat lagi mengalirkan darah lebih deras. Setelah mencabutnya, tibalah giliran jaga Ammar bin Yasir. “Bangun, aku terluka parah dan lemas!”


Melihat Ammar bangun, si pemanah segera pergi. Ammar menyaksikan darah Abbad mengucur dari tiga lubang luka. “Subahanallah! Mengapa engkau tidak membangunkan ketika panah pertama mengenaimu?” Tanya Ammar.


“Aku sedang membaca surat dalam shalat. Aku tidak ingin memutuskan bacaanku sebelum selesai. Demi Allah! Kalaulah tidak karena takut akan menyia-nyiakan tugas yang dibebankan Rasulullah, menjaga mulut jalan tempat kaum muslimin berkemah, biarlah tubuhku putus daripada memutuskan bacaan dan shalat.” Subhaanallah. Begitulah generasi sahabat sangat menikmati oleh-oleh utama isra’ mi’raj.


Kini giliran kita. Zaman kita. Oleh-oleh itu tetap ada. Yang menjadi persoalan, apakah kita menerima oleh-oleh itu dengan gembira lalu menikmatinya, atau kita bermuka masam lalu membuangnya. Apakah kita berusaha khusyu’ dalam shalat atau justru menganggapnya sebagai beban.


Oleh-oleh itu tetap ada. Apakah kita akan menjadi kebalikan dari para sahabat Nabi? Mereka tidak merayakan isra’ mi’raj namun begitu luar biasa menikmati oleh-oleh utamanya; sementara kita? Banyak diantara kita yang merayakan isra’ mi’raj tetapi justru terbebani dengan oleh-oleh utamanya. [Muchlisin]
 
*) sumber Bersama dakwah

Rabu, 29 Juni 2011

MUKERDA “Slalu Bekerja Untuk Kota Tangerang”


“dana kita tak sebanyak partai lain, kader-kader kita pun tak sebanyak partai lain. Tapi militansi kita, hamasah kita, keikhlasan kita, soliditas kita, kedekatan kita pada Allah Swt, adalah modal utama kita yang tidak dimiliki oleh partai-partai lain. Cukup Allah saja sebagai back-up kita. Dan biarlah Allah yang akan menentukan akhir perjuangan kita . dan apapun hasil dalam perjuangan ini, insyaallah, Allah akan menjadikan kita sebagai pemenang di sisi-Nya. Asalkan modal utama perjuangan kita tetap utuh dan tidak terkontaminasi. Ust. Jazuli Juwaini. MA.
Islamedia - Sambutan ust. Jazuli Juwaini yang akrab dengan sebutan ust. JJ ini seakan membakar semangat peserta MUKERDA PKS Kota Tangerang. Mukerda sebagai sosialisasi program dakwah yang siap dijalankan oleh kader-kader dakwah ini diadakan kemarin, Rabu, 29 Juni 2011 bertempat di Aula Rumah Makan Selera 2 di kawasan Jati Uwung Tangerang.

Mukerda yang dilaksanakan pukul 09.00 ini dan dibuka langsung oleh Ust. Hilmi Fuad, M.Kom selaku ketua DPD PKS Kota Tangerang dihadiri oleh seluruh staff DPD serta BPH DPC dan Koordinator Bidang DPC serta seluruh ket DPRa Se-Kota Tangerang. Dalam sambutannya (baca: Ustadz Hilmi Fuad) beliau memberikan pengarahan dan tujuan Mukerda itu sendiri. Yang intinya agar semua pengurus dan kader siap memainkan perannya dalam bekerja untuk Indonesia khususnya Kota Tangerang. Dalam kesempatan ini pun ust. Himi Fuad menyampaikan bahwa acara Mukerda ini bertepatan dengan Hari Keluarga Nasional. Beliaupun memberikan ucapan selamat Hari Keluarga Nasional kepada seluruh Peserta Mukerda 

“Menjadi keluarga Sehat, keluarga Berkah, keluarga yang Humoris, keluarga yang menjadi Teladan, penuh cinta di dalamnya serta penuh dengan nilai Ilahiyah adalah harapan kita semua. SELAMAT HARI KELUARGA. Semoga menghantarkan dalam tujuannya”.

Mukerda yang dibuka dengan tasymi’ Al-Qur’an oleh Ust. Syamsuri alumnus Mukhoyyam Al-qur’an perwakilan Kota Tangerang yang di adakan beberapa waktu lalu di Depok ini, pun menjadi ajang sosialisasi PILGUB Banten yang hajatan besarnya sudah di depan mata. Hadir dalam kesempatan sosialisasi PILGUB ini ustadz Miftahudin dan ustadz Muhammad Bonnie Mufidzar selaku TPPW Banten juga tak ketinggalan hadir pula calon Gubernur dari PKS Ustadz Jazuli Juwaini atau Ust. JJ.

“meningkatnya tingkat popularitas serta elektabilitas orang yang tersenyum di gambar itu (Ust. JJ sambil menunjuk gambar beliau di backdrop Mukerda) adalah karena kerja-kerja antum semua. Semangat antum dalam bekerja, keikhlasan antum dalam beramal. Banner-banner yang antum pasang malam hari dan esoknya harus raib. Stiker-stiker yang antum tempel dan esoknya telah robek. Tak pernah mematahkan semangat antum dalam memenangkan dakwah ini. Back up Allah pasti datang kepada kita.”

Ustadz Jazuli kembali memberikan semangat kepada relawan JJ untuk tetap terus bekerja dan bekerja. Yang kemudian disambut dengan takbir membahana oleh seluruh peserta Mukerda.
Di akhir acara ini dilantiklah para prajurit yang siap memenangkan PILGUB Banten bulan Oktober nanti.Yang di tandai dengan di sematkannya Topi kehormatan untuk para personil TPPD, TPPC serta TPPRa yang disematkan langsung oleh Ustadz jajuli Juwaini, MA. [islamedia]

Sebuah Dialog Selepas Malam

“AKHI, dulu ana merasa semangat saat aktif dalam dakwah. Tapi belakangan rasanya semakin hambar. Ukhuwah makin kering. Bahkan ana melihat temyata ikhwah banyak pula yang aneh-aneh." Begitu keluh kesah seorang mad'u kepada murabbinya di suatu malam.


Sang murabbi hanya terdiam, mencoba terus menggali semua kecamuk dalam diri mad'unya. "Lalu, apa yang ingin antum lakukan setelah merasakan semua itu?" sahut sang murabbi setelah sesaat termenung.

“Ana ingin berhenti saja, keluar dari tarbiyah ini. Ana kecewa dengan perilaku beberapa ikhwah yang justru tidak islami. Juga dengan organisasi dakwah yang ana geluti; kaku dan sering mematikan potensi anggota-anggotanya. Bila begini terus, ana mendingan sendiri saja..." jawab mad'u itu.

Sang murabbi termenung kembali. Tidak tampak raut terkejut dari roman wajahnya. Sorot matanya tetap terlihat tenang, seakan jawaban itu memang sudah diketahuinya sejak awal.

"Akhi, bila suatu kali antum naik sebuah kapal mengarungi lautan luas. Kapal itu ternyata sudah amat bobrok. Layarnya banyak berlubang, kayunya banyak yang keropos bahkan kabinnya bau kotoran manusia. Lalu, apa yang akan antum lakukan untuk tetap sampai pada tujuan?", tanya sang murabbi dengan kiasan bermakna dalam.

Sang mad'u terdiam berpikir. Tak kuasa hatinya mendapat umpan balik sedemikian tajam melalui kiasan yang amat tepat.

"Apakah antum memilih untuk terjun ke laut dan berenang sampai tujuan?", sang murabbi mencoba memberi opsi.

"Bila antum terjun ke laut, sesaat antum akan merasa senang. Bebas dari bau kotoran manusia, merasakan kesegaran air laut, atau bebas bermain dengan ikan lumba-lumba. Tapi itu hanya sesaat. Berapa kekuatan antum untuk berenang hingga tujuan? Bagaimana bila ikan hiu datang? Darimana antum mendapat makan dan minum? Bila malam datang, bagaimana antum mengatasi hawa dingin?" serentetan pertanyaan dihamparkan di hadapan sang mad'u.

Tak ayal, sang mad'u menangis tersedu. Tak kuasa rasa hatinya menahan kegundahan sedemikian. Kekecewaannya kadung memuncak, namun sang murabbi yang dihormatinya justru tidak memberi jalan keluar yang sesuai dengan keinginannya.

“Akhi, apakah antum masih merasa bahwa jalan dakwah adalah jalan yang paling utama menuju ridho Allah?" Pertanyaan menohok ini menghujam jiwa sang mad'u. Ia hanya mengangguk.

"Bagaimana bila temyata mobil yang antum kendarai dalam menempuh jalan itu temyata mogok? Antum akan berjalan kaki meninggalkan mobil itu tergeletak di jalan, atau mencoba memperbaikinya?" tanya sang murabbi lagi.

Sang mad'u tetap terdiam dalam sesenggukan tangis perlahannya.

Tiba-tiba ia mengangkat tangannya, "Cukup akhi, cukup. Ana sadar. Maafkan ana. Ana akan tetap istiqamah. Ana berdakwah bukan untuk mendapat medali kehormatan. Atau agar setiap kata-kata ana diperhatikan..."

"Biarlah yang lain dengan urusan pribadi masing-masing. Biarlah ana tetap berjalan dalam dakwah. Dan hanya Allah saja yang akan membahagiakan ana kelak dengan janji-janji-Nya. Biarlah segala kepedihan yang ana rasakan jadi pelebur dosa-dosa ana", sang mad'u berazzam di hadapan murabbi yang semakin dihormatinya.

Sang murabbi tersenyum. "Akhi, jama'ah ini adalah jama'ah manusia. Mereka adalah kumpulan insan yang punya banyak kelemahan. Tapi dibalik kelemahan itu, masih amat banyak kebaikan yang mereka miliki. Mereka adalah pribadi-pribadi yang menyambut seruan Allah untuk berdakwah. Dengan begitu, mereka sedang berproses menjadi manusia terbaik pilihan Allah."

"Bila ada satu dua kelemahan dan kesalahan mereka, janganlah hal itu mendominasi perasaan antum. Sebagaimana Allah ta'ala menghapus dosa manusia dengan amal baik mereka, hapuslah kesalahan mereka di mata antum dengan kebaikan-kebaikan mereka terhadap dakwah selama ini. Karena di mata Allah, belum tentu antum lebih baik dari mereka."

"Futur, mundur, kecewa atau bahkan berpaling menjadi lawan bukanlah jalan yang masuk akal. Apabila setiap ketidak-sepakatan selalu disikapi dengan jalan itu; maka kapankah dakwah ini dapat berjalan dengan baik?" sambungnya panjang lebar.

"Kita bukan sekedar pengamat yang hanya bisa berkomentar. Atau hanya pandai menuding-nuding sebuah kesalahan. Kalau hanya itu, orang kafirpun bisa melakukannya. Tapi kita adalah da'i. Kita adalah khalifah. Kitalah yang diserahi amanat oleh Allah untuk membenahi masalah-masalah di muka bumi. Bukan hanya mengeksposnya, yang bisa jadi justru semakin memperuncing masalah."

"Jangan sampai, kita seperti menyiram bensin ke sebuah bara api. Bara yang tadinya kecil tak bernilai, bisa menjelma menjadi nyala api yang membakar apa saja. Termasuk kita sendiri!"

Sang mad'u termenung merenungi setiap kalimat murabbinya. Azzamnya memang kembali menguat. Namun ada satu hal tetap bergelayut dihatinya.

"Tapi bagaimana ana bisa memperbaiki organisasi dakwah dengan kapasitas ana yang lemah ini?" sebuah pertanyaan konstruktif akhirnya muncul juga.

"Siapa bilang kapasitas antum lemah? Apakah Allah mewahyukan begitu kepada antum? Semua manusia punya kapasitas yang berbeda. Namun tidak ada yang bisa menilai, bahwa yang satu lebih baik dari yang lain!", sahut sang murabbi.

"Bekerjalah dengan ikhlas. Berilah taushiah dalam kebenaran, kesabaran dan kasih sayang kepada semua ikhwah yang terlibat dalam organisasi itu. Karena peringatan selalu berguna bagi orang beriman. Bila ada sebuah isyu atau gosip, tutuplah telinga antum dan bertaubatlah. Singkirkan segala ghil antum terhadap saudara antum sendiri. Dengan itulah, Bilal yang mantan budak hina menemui kemuliaannya."

Suasana dialog itu mulai mencair. Semakin lama, pembicaraan melebar dengan akrabnya. Tak terasa, kokok ayam jantan memecah suasana. Sang mad'u bergegas mengambil wudhu untuk qiyamullail malam itu. Sang murabbi sibuk membangunkan beberapa mad'unya yang lain dari asyik tidurnya.

Malam itu, sang mad'u menyadari kekhilafannya. Ia bertekad untuk tetap berputar bersama jama'ah dalam mengarungi jalan dakwah. Pencerahan diperolehnya. Demikian juga yang kami harapkan dari Anda, pembaca...

Wallahu a'lam.
-----------
sumber: Majalah Al-Izzah, No. 07/Th.4

Profil KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA (Calon Gubernur Banten dari PKS)

"Kehadiran insan politik (politisi) di Senayan sebagai anggota DPR harus dimaknai sebagai upaya terlibat dalam politik perubahan. Menjadi anggota dewan hanyalah bermakna orang pertama di antara masyarakatnya. Sama sekali bukan menjadi yang paling utama, paling mulia, paling hebat, dibandingkan masyarakat kebanyakan. Dia akan menjadi utama dan mulia apabila dapat menampilkan politik kebaikan dan mampu menggerakkan perubahan ke arah yang lebih baik (reformasi)"

KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA dalam Buku “Memimpin Perubahan di Parlemen"


KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA lahir di Bekasi pada tanggal 2 Maret 1965. Sejak tahun 1990 sampai saat ini tinggal dan menjadi warga Ciputat Banten (Kakek/Nenek berasal dari Kronjo Tangerang). Periode 2004-2009 merupakan awal mula beliau terlibat dalam politik formal dengan menjadi Anggota DPR RI (PKS) dari Dapil Banten III (Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan). Namun jika politik dimaknai sebagai upaya terlibat aktif dalam mengadvokasi dan menyelesaikan permasalahan umat dan masyarakat, hal ini sudah dilakukan KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA sejak lama karena beliau berkiprah sebagai da’i yang aktif di tengah-tengah masyarakat. Hingga kini, meski menjadi pejabat negara, beliau tetap konsisten menjadi da’i bagi umat. Hal ini terbukti dengan jadwal ceramahnya yang tidak pernah surut dan berkurang, bahkan semakin bertambah.

KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA juga pernah diamanahi oleh PKS untuk menjadi calon Bupati Tangerang pada Pilkada 2008 lalu. Interaksi langsung secara intensif dengan masyarakat selama Pilkada memperkuat pemahaman beliau tentang berbagai problematika rakyat dan memperkuat motivasi beliau untuk semakin berkontribusi memberikan solusi atas permasalahan tersebut. Saat ini ketika beliau mendapatkan amanah kembali sebagai bakal calon Gubernur Banten 2011-2016 dari PKS hanya satu yang terbesit dalam benak beliau yaitu bagaimana dapat berkontribusi lebih nyata dan lebih baik lagi bagi kemajuan dan kesejahteraan rakyat, khususnya rakyat Banten.

KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA terpilih kembali sebagai Anggota DPR RI untuk periode yang kedua dari daerah pemilihan yang sama (Banten III). Pada periode kedua ini (2009-2014) beliau ditugaskan Fraksi untuk duduk di Komisi VIII yang membidangi masalah-masalah agama, sosial, pemberdayaan perempuan & anak, dan serta penanggulangan bencana. Selain itu, beliau juga ditugaskan menjadi wakil Komisi VIII di Badan Anggaran dari FPKS.

Bukan tanpa sebab Fraksi menugaskan KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA untuk menggawangi Komisi VIII mengingat selama ini KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA memiliki perhatian yang sangat besar pada soal-soal kesejahteraan rakyat dan keummatan. Intensitas interaksi yang tinggi dengan masyarakat sebagai wakil rakyat maupun sebagai dai yang aktif menyapa dan mentarbiyah umat menjadikan KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA paham betul apa yang menjadi inti permasalahan sosial dan persoalan keummatan.

Pengalaman selama lima tahun menjadi Anggota DPR RI (2004-2009) menempa kemampuan KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA sebagai wakil rakyat pada periode kedua ini. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuannya mengartikulasikan kepentingan rakyat dan mendesakkannya agar menjadi agenda kebijakan pemerintah/mitra Komisi VIII (Kementerian Sosial, Kementerian Agama, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Badan Amil Zakat Nasional). Kerapkali pernyataan KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA menjadi solusi atas kebuntuan dalam pembahasan program, anggaran, dan legislasi.

Tercatat, kritik tajam KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA bahwa tidak boleh ada hambatan teknis dalam pencairan dana bencana pada rapat-rapat tentang kebencanaan di Komisi maupun Badan Anggaran DPR, mendorong pemerintah untuk mendesain ulang mekanisme pencairan anggaran bencana sehingga lebih cepat. Catatan lain, ketajaman analisa dan penguasaannya pada detil penganggaran memiliki andil besar dalam menurunkan biaya
penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) sebesar rerata sebesar 80 dolar pada musim haji tahun 2010 lalu dibandingkan tahun 2009.

Di samping itu, KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA juga memiliki perhatian yang besar dalam peningkatan kualitas pendidikan Islam (madrasah dan pondok pesantren). Menurutnya perlu rekonstruksi dan revitalisasi pendidikan Islam, perlu grand design sistem pendidikan Islam, perlu peningkatan kualitas dan modernisasi sekolah-sekolah Islam sehingga memiliki daya saing dan prestasi yang membanggakan dan tidak kalah dengan sekolah- sekolah umum. Oleh karena itu, KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA mendesak Kementerian Agama untuk benar-benar memperhatian institusi pendidikan Islam, dengan menambah anggarannya, memperbaiki tata kelola manajemennya, serta memperkuat kapasitas dalam segenap aspeknya, karena lembaga ini telah berkontribusi melahirkan banyak pemimpin bangsa karena kuatnya pendidikan karakter atau akhlaknya.

KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA termasuk ‘vokalis’ di Komisi VIII dan DPR RI. Pendapatnya seringkali menjadi rujukan media dalam isu-isu spesifik. Ciri khas statement-nya: tajam tapi tidak agresif-konfrontatif melainkan selalu mencari titik temu setiap masalah kebijakan (solutif). Hal ini menjadikannya salah satu juru bicara Fraksi maupun Partai dalam masalah-masalah sosial dan keummatan. Tidak heran bila pendapatnya hampir selalu menghiasi media cetak maupun elektronik. Sejak awal periode DPR 2009-2014 sudah belasan kali KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA tampil sebagai narasumber siaran langsung (live) di televisi nasional, mulai kasus lokalisasi judi, selamatkan generasi dari pornografi, kerukunan umat beragama, pro-kontra SKB Pendirian Rumah Ibadah, pembahasan ongkos naik haji (BPIH), mengkritisi angka kemiskinan, hingga pro-kontra Ahmadiyah.

Dalam setiap kesempatan beliau selalu berujar bahwa bangsa ini adalah bangsa yang besar, kekayaan alam dan SDM-nya melimpah, terlebih lagi dengan jumlah penduduk mayoritas muslim, seharusnya menjadikan penduduk negeri ini hidup sejahtera, karena keyakinan ajaran Islam begitu mementingkan aktivitas berusaha dan bekerja bukan bermalasan apalagi meminta-minta. Dari sudut pandang ini, bangsa Indonesia paling berhak merasakan kemakmuran dibandingkan negara-negara lain di dunia. Sayangnya, potensi besar bangsa
ini belum dikelola dengan baik dan profesional, sehingga masih perlu perbaikan dan peningkatan kualitas SDM yang berkesinambungan. Menurut KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA. persoalan mindset dan mentalitas bangsa perlu mendapatkan prioritas perbaikan sebelum memperbaiki aspek lainnya secara berkesinambungan.

Kemandirian ekonomi umat dan rakyat adalah kunci keberhasilan pembangunan kesejahteran rakyat. Oleh karena itu KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA selalu mendorong program dan aktivitas pembangunan khususnya yang dilakukan pemerintah maupun yang dikelola oleh lembaga-lembaga nonpemerintah benar-benar bertujuan memberdayakan rakyat. Artinya berbagai program kegiatan harus mampu memotivasi, mengubah pola pikir (mindset), memperkuat mentalitas, menambah pengetahuan dan wawasan, serta membuka jalan bagi upaya kemandirian rakyat.

Pada sisi lain KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA berpendapat bahwa diperlukan upaya kolektif yang terintegrasi dan terkoordinasi dalam menangani permasalahan sosial dan keummatan. KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA mengkritisi pola koordinasi penanganan kemiskinan yang selama ini tersebar program dan anggarannya di banyak kementerian dan lembaga, juga antara pemerintah pusat dan daerah. Belum lagi yang serupa dilakukan oleh lembaga-lembaga sosial nonpemerintah. Hal ini perlu penataan ulang agar upaya menangani kemiskinan dan mewujudkan kemandirian rakyat dapat lebih efektif. Oleh karena itu DPR RI (Komisi VIII) merasa perlu untuk menginisiasi RUU tentang Penanganan Fakir Miskin dan RUU (revisi) tentang Zakat, Infak, dan Shodaqoh dalam upaya menataguna arsitektur penanganan kemiskinan nasional.

Atas perhatian dan penguasaan terhadap permasalahan sosial dan keummatan serta solusi atas permasalahan tersebut KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA mendapatkan amanah lebih besar lagi ketika pada Munas II PKS pertengan 2010 lalu beliau dikukuhkan menjadi Ketua DPP PKS Bidang Pengambangan Ekonomi dan Kewirausahaan.

Tentu amanah ini sangat berat dan membutuhkan usaha yang keras dan cerdas dalam merealisasikannya. Bagi KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA amanah ini menjadi tantangan untuk mensinergikan segala potensi yang dimiliki PKS baik di pemerintahan (eksekutif- legislatif) maupun unit-unit amal PKS yang selama ini aktif mengembangkan ekonomi dan kewirausahaan. Harapannya adalah terwujudnya kemandirian ekonomi kader PKS yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi positif bagi keberlangsungan dakwah dan kemandirian bangsa Indonesia.

KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA memulai pelaksanaan amanah tersebut dengan mengkonsolidasikan segala potensi kader dan unit kelembagaan PKS dalam bidang ekonomi dan kewirausahaan, memetakan dan merancang kebutuhan peningkatan kualitas (kapasitas pengetahuan, keterampilan, akses peluang, dan permodalan) dan mensinergikannya dengan potensi besar bangsa ini, bahkan dengan menjalin kerjasama dan kemitraan dengan luar negeri. Hal ini ditunjukkan misalnya ketika DPP PKS khususnya Bidang Pengembangan Ekonomi dan Kewirausahaan, pada Januari 2011 lalu, bermuhibah ke Ingris dan menjalin komunikasi dengan komunitas muslim Ingris dari berbagai kalangan untuk belajar dan bertukar pikiran tentang pengembangan ekonomi.

KH. Jazuli Juwaini, Lc, MA yakin potensi besar bangsa ini, berupa sumber daya alam dan sumber daya manusia, bukan tanpa maksud dianugerahkan Allah SWT untuk Indonesia. Allah berkehendak bangsa ini terus belajar, tumbuh dan berkembang, menjadi bangsa yang maju dan sejahtera. Agar bangsa ini mau bekerja keras dan berusaha. Dan agar bangsa ini mau bersatu padu dalam kemajemukan untuk mewujudkan kemajuan dan kesejahteraan bersama. Upaya itu harus disadari dan dimulai oleh setiap komponen bangsa dengan keyakinan bahwa kita bangsa Indonesia seharusnya menjadi yang paling berhak merasakan kesejahteraan dan kemakmuran di atas segala potensi besar tersebut.
*) sumber jazuli center

Tifatul : Da'i Harus Melek Teknologi Informasi

Islamedia - Dakwah bisa dilaksanakan mela­lui situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Karena itu, Menteri Komunikasi dan Infor­matika Tifatul Sembiring, me­ngim­bau kepada para dai di Su­matera Barat agar melek terhadap teknologi informasi (TI).

“Ketika para dai memahami dan menguasai penggunaan tekno­logi informasi, maka bisa digu­nakan sebagai salah satu sarana dakwah kepada masyarakat,” kata Tifatul Sembiring, Senin (27/6).

Hal itu disampaikannya saat memberikan orasi ilmiah pada Peringatan Satu Abad Perguruan Thawalib Padang Panjang, di Aula Hamka Kompleks Pergu­ruan Thawalib.

Dikatakannya, pada era seka­rang dengan penguasaan teknologi informasi yang baik, dai bisa memanfaatkan situs jejaring sosial sebagai salah satu sarana dakwah dan tidak hanya berdakwah di mimbar saja.

“Para dai harus melek TI agar bisa menyebarkan dakwah melalui facebook atau twitter yang penggu­nanya setiap hari terus bertambah,” lanjut dia.

Menurut dia, facebook dan twitter sebenarnya bukanlah hanya sarana ‘cuap-cuap’ (bercerita red), caci maki, curhat atau lainnya.

“Kedua jejaring sosial itu bisa menjadi salah satu media dakwah yang efektif mengingat pengguna facebook di Indonesia cukup besar, sehingga dakwah melaui media tersebur sangat mungkin dilakukan,” kata dia.

Ia mengatakan, semua jejaring sosial bisa jadi media dakwah. Sebab semua penggunanya pasti membaca postingan dakwah tersebut.

“Jadi kecanggihan teknologi informasi bisa digunakan untuk dakwah dan jangan menjadi wadah untuk caci maki serta melihat gambar porno,” kata mantan Pre­siden PKS itu.

Pada peringatan Satu Abad Perguruan Thawalib Padang Panjang selain mengangkat orasi ilmiah oleh Menkominfo juga dilaksanakan beberapa rangkaian kegiatan.

“Perayaan kali ini juga dihadiri oleh 1000-an alumni dari berbagai daerah,” kata Ketua Ikatan Alumni Thawalib Padang Panjang, Guspardi Gaus.

Sumber : Haluan

Selasa, 28 Juni 2011

Kader PKS Harus Siap Hadapi Gempa Politik

MEUREUDU – Anggota DPR-RI dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aceh, M Nasir Djamil SAg, mengingatkan para kader partainya agar harus selalu siap menghadapi berbagai isu dan serangan terhadap partai, yang diistilahkannya sebagai ‘gempa politik’. 

“Sebagai partai kader dakwah, gelombang gempa politik merupakan hal yang musti dihadapi oleh kader PKS serta dampak dari berbagai cobaan dalam  peran  menegakkan kebenaran dan menuntun masyarakat dengan penuh kesetiaan tinggi,” ujar Nasir Djamil dalam orasi politiknya, usai pelantikan dan pengambilan sumpah pengurus Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PKS se-Kabupaten Pidie Jaya, di halaman tengah Kantor Bupati Pidie Jaya, Minggu (19/6).

Nasir memberikan contoh “gempa politik” atau serangan terhadap kader PKS seperti yang dialami oleh Arifinto, anggota DPR RI dari PKS yang tertangkap kamera dan kemudian dituding mengakses gambar porno saat sidang paripurna DPR -RI beberapa waktu lalu. “Dengan tegar dan tanggung jawab moral atau gentlemen, beliau (Arifinto) mengundurkan diri dari DPR,” ungkap Nasir. 

Nasir menambahkan, memasuki gelangang politik demokrasi, hakikatnya ibarat seseorang berlayar ke laut lepas, sehingga harus selalu siap dengan terjangan ombak besar. “Maka saya yakin dengan kader muda yang dikukuhkan pada hari ini (DPC se-Pijay) mampu menahan gempa politik. Sebab posisi pimpinan DPC juga sarat dengan godaan kekuasaan,” jelasnya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Pidie Jaya, Ramli Daud SH MM berharap peran optimal kader PKS selaku partai dakwah, untuk berada di garda terdepan dalam upaya memberantas aliran sesat yang selama ini telah meresahkan banyak pihak. “Dengan kerja sama yang baik, mari kita wujudkan kabupaten Pidie Jaya yang bebas dari pengaruh pedangkalan aqidah,” ujarnya. Adapun kedelapan DPC PKS se-Pijay yang dikukuhkan oleh Ketua DPD PKS Pijay, Mukhlis Sulaiman kemarin adalah, DPC Bandar Baru, Trienggadeng, Panteraja, Meureudu, Meurah Dua, Ulim, Bandar Dua, dan Jangka Buya.(c43)

Sumber : serambinews.com

Muhammadiyah Jatim: Awal Ramadhan 1 Agustus 2011

REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA--Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur memastikan awal Ramadhan 1432 Hijriah bertepatan dengan 1 Agustus 2011.

"Itu hasil musyawarah ahli hisab Majelis Tarjih PWM di kantor PWM Jatim," kata Sekretaris PWM Jatim H Nadjib Hamid di Surabaya, Senin.

Menurut dia, keputusan itu didasarkan pada hasil perhitungan dengan sistem hisab hakiki yang dilakukan tim dari markas Majelis Tarjih Tanjung Kodok, Lamongan.

"Hasil hitung Majelis Tarjih PWM menunjukkan bahwa ijtimak akhir 29 Sya'ban 1432 Hijriah akan terjadi pada 31 Juli 2011 pukul 01.39.42 WIB sampai pada pukul 01.41.09 WIB," katanya.

Pada saat itu, jelasnya, matahari terbenam akan terjadi pada pukul 17.31.51 WIB dengan "hilal" (rembulan usia muda sebagai pertanda awal bulan/kalender) akan terlihat 7 derajat selama 7 menit 36 detik hingga 16 menit.

"Dengan tampaknya hilal ini, kesimpulannya pada hari Senin tanggal 1 Agustus 2011 itu sudah merupakan awal Ramadhan untuk memulai puasa," katanya.

Sementara itu, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur memprediksi awal Ramadhan 1432 Hijriah akan datang dalam waktu bersamaan yakni 1 Agustus 2011.

"Tapi, awal Syawal 1432 H (Hari Raya Idul Fitri) ada kemungkinan tidak bisa bersamaan, karena ketinggian hilal (rembulan muda) di bawah dua derajat," kata Ketua Lajnah Falakiyah PWNU Jatim Dr H Abd Salam Nawawi, MAg.

Didampingi Wakil Ketua PWNU Jatim HM Sholeh Hayat kepada ANTARA di Surabaya, Minggu (19/6) pekan lalu, ia menjelaskan, kalender/almanak PWNU Jatim mencatat ijtimak terjadi pada 31 Juli 2011 pukul 01.41 WIB dengan tinggi hilal hakiki mencapai 7 derajat 5 menit 50,2 detik.

"Jadi, awal Ramadhan 1432 Hijriah kemungkinan akan bersamaan, karena tinggi hilal di atas dua derajat, sehingga puasa Ramadhan bersamaan yang dimulai pada 1 Agustus 2011," katanya.

Namun, katanya, ijtimak untuk awal Syawal 1432 H terjadi pada 29 Agustus 2011 pukul 10.05 WIB dengan tinggi hilal hakiki 1 derajat 57 menit 45,08 detik.

"Karena tinggi hilal tidak mencapai dua derajat, maka kemungkinan akan terjadi perbedaan yakni ada yang ber-Idul Fitri pada 30 Agustus dan ada pula tanggal 31 Agustus," katanya.

Kendati melakukan hisab, PWNU Jatim akan memprioritaskan metode "rukyatul hilal" (melihat rembulan dengan kasat mata pada akhir Sya'ban) pada 30 Juli 2011 atau 30 Sya'ban 1432 Hijriah.

PWNU Jatim biasanya melakukan "rukyatul hilal" pada 9-11 lokasi rukyat di seluruh Jatim, kemudian hasilnya dilaporkan ke PBNU untuk bahan Sidang Isbat di Kementerian Agama bersama organisasi kemasyarakatan lainnya.

Lokasi "rukyatul hilal" antara lain Bukit Condro Dipo, Gresik; Tanjung Kodok, Lamongan; Menara Mesjid Al-Akbar, Surabaya; Pantai Ngeliyep, Malang; Pantai Serang, Blitar.
Redaktur: taufik rachman
Sumber: antara

Waduh, Tolak Dukung Wahidin Para Ketua RW Dipecat

JAKARTA--MICOM: Masyarakat mulai resah dengan sikap para lurah di Kota Tangerang yang sewenang-wenang memecat para Ketua RW yang tidak mendukung Wahidin Halim sebagai calon gubernur pada pemilihan kepala daerah Provinsi Banten, Oktober 2011.

Salah seorang korban pemecatan adalah Sukinem, Ketua RW 03 Kelurahan Buaran Indah, Kecamatan Tangerang. Ia dipecat Kamis (16/6) oleh lurah setempat.

Pemecatan Sukinem diduga karena yang bersangkutan menyatakan simpatik kepada Ratu Atut Chosiyah yang saat ini menjabat sebagai Gubernur Banten dan enggan mendukung Wahidin Halim.

Pemecatan Sukinem oleh Lurah Buaran Indah sangat disesalkan Dono, Ketua Karang Taruna Tanah Tinggi, Kota Tangerang. Menurut dia, lurah sebagai birokrat pelayan masyarakat seharusnya tidak sewenang-wenang karena perbedaan politik menjelang pilkada sangat wajar.

"Saya kecewa dengan tindakan Lurah Buaran Indah yang telah memberhentikan Bu Sukinem sebagai Ketua RW. Perbedaan politik seharusnya membuat kita berpikir dewasa, jangan main pecat begitu saja," ujar Dono.

Berdasarkan informasi yang didapatnya, Dono menambahkan, banyak warga Kota Tangerang yang juga merasa diresahkan dengan ulah birokrat-birokrat pendukung Wahidin Halim yang kini menjabat sebagai Wali Kota Tangerang.

Mereka melakukan intimidasi dan bertindak sewenang-wenang demi memuluskan wali kotanya menuju kursi Gubernur Banten.

"Warga di Kota Tangerang kebanyakan takut diintimidasi. Ketua RW saja dipecat hanya karena tidak bersedia mendukung Wahidin Halim," katanya. (Ant/ip/X-12)
 
*) sumber Media Indonesia.com mobile

Senin, 27 Juni 2011

Mengapa Umat Islam Sulit untuk Bersatu?

Assalamu'alaikum Wr. Wb.


Ustadz yang saya hormati. Saya prihatin dengan kondisi umat Islam indonesia.. selain banyaknya umat Islam yang masih berada dalam kesulitan (ekonomi lemah, pendidikan rendah ditambah dengan lemahnya keimanan).

Di sisi lain, sebagian umat Islam yang mengaku penyeru kepada dinullah malah saling berseteru satu sama lainnya, saling hujat, saling fitnah dan selalu berseberangan satu dengan lainnya disebabkan oleh masalah-masalah khilafiah dan bagaimana suatu kelompok memilih jalan perjuangannya untuk menegakkan Islam.

Tidak jarang satu kelompok mengkafirkan kelompok lain, memfonis sebagai ahli bid'ah dan khurafat. yang lebih memalukan lagi pertentangan mereka dipublikasikan di wahana umum (internet ) yang notabene siapapun bisa mengakses (termasuk para anti Islam)

Mohon maaf kalau saya harus menyebutkan nama. Sebagai contoh, saudara kita yang mengaku sebagai kelompok salafiy. Apabila kita lihat situs-situsnya, sebagian berisi penghujatan terhadap kelompok/jama'ah lain (semisal Ikhwanul muslimin dan jama'ah tabligh). Sepertinya energi mereka habis mereka gunakan untuk mencari-cari kesalahan dan kelemahan jama'ah-jama'ah lain alih-alih mendidik umat Islam yang masih jauh dari aqidah yang lurus.

Apakah dakwah yang seperti itu (baca: metode kelompok salafiy) sesuai dengan prinsip dinul Islam yang mempunyai filosofi rahmatan lil'alamin?

Adakah usaha dari para pimpinan jama'ah-jama'ah itu untuk mencari titik temu dalam memperjuangkan tegaknya Islam yang kita cintai ini?

jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Sebenarnya dan sejujunya, tidak semua orang yang mengklaim dirinya sebagai penganut manhaj salaf atau menamanakan kelompok mereka sebagai salafi melakukan hal yang kurang baik itu.

Kami mengenal banyak tokoh mereka, bahkan dahulu pernah satu bangku kuliah. Sebagian dari mereka malah menjadi dosen kami sendiri. Kami menghormati mereka sebagaimana mereka juga bersikap sangat hormat.

Kesan yang kami tangkap dari para ikhwah salafiyyin ini justru simpatik, ramah dan akrab. Meski mereka tetap tampil dengan 'assesoris' khas mreka, yakni menaikkan celana di atas lutut, jenggotnya panjang sampai perut, baju kemeja dikeluarkan, anti nasyid, dan segala ciri khas atribut penganut salafi, tetapi mereka tetap manusia, yang bisa juga bercanda, tertawa bahkan nyaris tidak ada garis batas.

Toh kami dan teman-teman salafi, semuanya saat itu sedang menuntut ilmu, dan kami pun mempelajari khilafiyah fiqhiyah dari kitab-kitab fiqih. Kami yakin para ikhwah aktifis salafi yang pernah duduk di LIPIA saat itu kalau baca tulisan ini, pasti akan mengenang masa manis terindah saat itu.

Mata kuliah Fiqih adalah mata kuliah yang semuanya berisi masalah khilafiyah. Kami harus menghafal sekian banyak pendapat dari para ulama berikut dengan dalilnya. Demikian juga dengan kuliah Ushul Fiqih yang sangat menekankan logika dan kaidah.
Sikap Sebagian Kalangan

Maka kalau ada kesan bahwa sikap teman-teman salafi itu kurang simpatik, suka mencela atau suka mengejek, kami katakan bahwa itu sama sekali tidak mewakili semua salafi.

Banyak ustadz salafi yang sangat berhati-hati dan menjauhkan diri dari sikap-sikap yang agak kurang mengena di hati. Mereka berdakwah mengajak orang ke jalan Allah, dengan niat yang ikhlas dan bersih dari kepentingan pribadi.
Memang kami tidak bisa menafikan bahwa ada sikap-sikap yang anda sebutkan itu. Situs dan media lainnya jelas menggambarkan hal itu. Ini tidak bisa ditampik, karenya nyatanya memang ada.

Tetapi kami yakin bahwa para ikhwah salafiyyin yang shalih, santun, berbudi dan ramah tentu jauh lebih banyak. Mereka tetap memandang banyak hal sebagai bid'ah, syirik dan sebagainya. Namun cara mereka dalam menyampaikan jauh lebih santun, tidak main cela, asal caci apalagi sampai menghalalkan darah.
Faksi-faksi Dalam Salafiyyin

Dan perlu juga kita ketahui bersama, di tengah kalangan salafiyyin sendiri tetap muncul berbagai kelompok, yang mana satu sama lain pun sering kali tidak sepakat. Ketidak-sepakatan ini kadang melahirkan pemandangan yang memalukan, karena mereka jadi bertengkar.

Bahkan para tokoh ulama yang sering dijadikan rujukan oleh kalangan ini, seringkali kita dapati berbeda pendapat.
Kalau kita pernah membaca ada situs salafi yang menghujat suatu kelompok seperti yang anda ceritakan, ketahuilah bahwa nyatanya terhadap sesama salafi sendiri pun juga tidak sepi dari saling hujat. Bahkan kadang lebih serem dari yang kita baca.
Rupanya pertentangan di tengah kelompok yang sama-sama menamakan diri sebagai salafi itu juga seru. Saling caci, saling maki, bahkan sampai taraf mubahalah satu dengan yang lain.

Yang satu menuduh temannya sebagai salafi palsu, lalu membongkar semua 'aib temannya itu di media atau situs mereka, sehingga orang sedunia membacanya. Maka temannya yang dibegitukan tidak terima, lalu balas orang yang menuduhnya dan dikatakan sebagai salafi gadungan. Besoknya muncul tulisan di media untuk membongkar kedok lawannya. Dan begitulah yang sering kita lihat. Weleh-weleh.
Etika Berdakwah

Lucunya, semua mengaku sedang berdakwah, mengajak orang ke jalan Allah, menyebarkan syariat Muhammad SAW. Dan semua mengklaim bahwa kelompoknya saja yang paling benar. Kelompok lainnya dianggap salafi palsu, salafi gadungan, dan harus dibongkar kedoknya.

Kenapa kita tidak melakukan silaturrahim, tukar pikiran, brainstorming dan membangun dialog dengan dilapisi rasa sayang dan kemesraan?
Sebenarnya tidak harus ada perang opini di media sampai harus melakukan caci maki. Karena toh kita bisa melakukan apa yang pernah dilakukan oleh para ulama salaf dahulu, di mana mereka tetap saling bertenggang rasa meski tidak sependapat.

Sedih rasanya kalau membaca kejadian demi kejadian di tengah umat Islam. Semoga ke depan mereka bisa akur dan saling menyayangi.
Akar Masalah Penyebab Sikap Kurang Terpuji

Kalau kita kaji lebih dalam, barangkali ada beberapa hal yang boleh dibilang ikut melatar-belakangi sikap-sikap itu, antara lain:

1. Kesalahan Paradigma Dakwah

Harus secara jujur kita akui bahwa masih seringkali kita -siapa pun juga- punya paradigma keliru terhadap dakwah. Rasanya kalau sudah bisa mentahdzir, memperingatkan, atau mengutuk perbuatan orang yang dianggap salah, berarti dakwah sudah selesai.
Kalau sudah berhasil mencaci maki habis di media internet, rekaman ceramah atau lewat buku dan majalah, berarti urusan sudah selesai.

Sedangkan bagaimana reaksi dan penerimaan mereka yang diingatkan, tidak ada urusan. Biar yang ditahdzir itu merasa terhina sekalian, dan itu memang disengaja, sebab hinaan justru itu dianggap sebagai hukuman atas kesahalannya. Astaghfirullah

Inilah bentuk paradigma yang salah kaprah. Kalau sampai seorang pimpinan kelompok punya pikiran seperti ini, memang masalahnya tidak akan selesai.

2. Rancunya Konsep Mabadi' dan Furu'iyah
Kesalahan kedua adalah tercampur baurnya konsep masalah pokok dengan masalah cabang. Kita sering lihat apa yang dijadikan bahan pertengkaran hanya urusan sepele, tidak jelas ujung pangkalnya. Bahkan para ulama besar pun masih berbeda pendapat.

Tapi perbedaan pendapat itulah kemudian yang dijadikan 'amunisi' untuk menyerang saudaranya. Dan dianggapnya bahwa pendapat yang dibelanya itu adalah kebenaran hakiki. Siapa pun yang tidak setuju dengan pendapat dirinya, maka harus jadi musuhnya.

Kita memang harus tegas kepada kelompok yang jelas-jelas menyimpang dari aqidah, misalnya kalangan Ahmadiyah yang bernabi kepada Mirza Ghulam. Atau kepada kalangan Liberalis yang menyatakan semua agama sama dan benar serta diterima Allah.

Tapi kalau urusan jenggot, isbal, baju kemeja dikeluarkan, minyak wangi, lebih dekat ke urusan furu'iyah, sejak dulu sampai sekarang tidak pernah selesai masalahnya.

3. Kepentingan Pribadi

Dari sekian banyak kasus yang kami ketahui tentang perseteruan antar faksi dan kelompok, yang sangat kami sayangkan justru banyak yang dilatar-belakangi urusan pribadi. Ada yang urusan duit, ada juga yang terkait dengan masalah ketersinggungan personal, ada juga yang masalah sengketa keluarga.

Pokoknya, urusan pribadi sering kali ikut juga memperkeruh suasana. Namun tidak etis rasanya kalau contoh kasusnya dibedah di sini. Nanti malah akan jadi MGM. Apa itu MGM? 'Media Ghibah Nasional'.

Dan kasus-kasus model begini tidak lantas hanya dimiliki oleh satu kelompok saja. Coba kita lihat, nyaris hampir di semua kelompok dakwah, baik yang formal atau yang tidak formal, ternyata tidak juga sepi dari kasus dengan latar belakang seperti ini.

4. Faktor Gengsi
Ini penyakit manusia. Seorang bintang di atas panggung biasanya butuh tepuk tangan. Semakin ditepuki semakin bergayalah dia. Semakin bisa menghujat rekannya, maka semakin berkibarlah dia.

Betapa banyak perseteruan itu kadang sudah lepas dari akar permasalahannya. Yang tersisa tinggal masalah dendam dan gengsi.

Tapi sekali lagi kami katakan ini justru sangat manusiawi. Rupanya tokoh besar pun juga punya titik-titik kelemahan, salah satunya adalah susahnya melawan gengsi.

Tentu masih banyak analisis yang bisa dibedah, insya Allah kapan-kapan kita akan bicarakan lebih panjang, tanpa harus menunjuk hidung, tanpa menyebut nama, tanpa harus ada yang dijatuhkan atau merasa dijatuhkan. Karena penyakit itu adalah penyakit kita bersama, bukan monopoli kalangan tertentu. Semua akan jadi pelajaran penting bagi kita dalam menata umat ini ke depan.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 
 
Ahmad Sarwat, Lc


Ghazwul Fikriy dan Dakwah Kita

assalaamu’alaikum wr. wb.

Ghazwul fikriy (perang pemikiran) adalah suatu bab khusus dalam tarbiyah kita yang secara seksama kita pelajari bersama. Hampir dapat dipastikan tak ada kader dakwah yang tak mengerti maknanya. Akan tetapi, untuk melibatkan diri di dalamnya, itu lain soal.


Apa yang muncul dalam benak ketika nama ghazwul fikriy disebut? Tidak jarang muncul kesan bahwa umat Islam tengah dikepung dari segala penjuru, diserang dari segala arah. Penyerangan dilakukan oleh banyak pihak, mulai dari kaum komunis, kapitalis, atheis, sekularis, zionis, misionaris dan seterusnya. Tidak sedikit yang lupa bahwa ghazwul fikriy adalah sebuah peperangan, bukan penyerangan satu arah.


Ust. Hilmi Aminuddin dalam bukunya, Menghilangkan Trauma Persepsi, telah memperingatkan para da’i agar tidak memelihara trauma persepsi dalam benaknya masing-masing. Merasa pasti kalah, merasa selalu dikepung, merasa selalu dipojokkan, merasa selalu diserang dan tak bisa menyerang balik; itulah trauma persepsi!


Barangkali karena sifatnya yang tidak kasat mata, maka ghazwul fikriy terlihat begitu menakutkan. Kita bagaikan melangkah ke dalam ruangan gelap tanpa petunjuk arah apa pun. Di medan perang, musuh yang terlihat bisa ditebas saja, dan manusia dalam keadaan terdesak biasanya tidak berpikir dua kali untuk menyelamatkan diri. Akan tetapi, serangan pemikiran biasanya tidak terlihat, bahkan seringkali tidak terasa, karena ia bukannya menyakiti tubuh kita, melainkan justru merusak cara berpikir kita, termasuk juga dengan memanjakan hawa nafsu kita. Jika hawa nafsu sudah memegang kendali, maka kecerdasan akal pun bisa kehilangan relevansinya. Orang yang tertusuk lembing atau tertembus peluru bisa merasakan sakit, namun kerusakan pada ‘aqidah bisa jadi tak terasa, bahkan justru membuat kita terbuai.


Semestinya, ghazwul fikriy tidak kita pandang sebagai benda asing, karena ia sama sekali bukan barang baru. Kita dapat menjumpai berbagai macam bentuknya dalam Al-Qur’an, juga dalam Sirah Nabawiyah. Jika kita meneliti kedua sumber ini, kita akan terkejut melihat betapa banyaknya contoh yang telah diberikan oleh para Nabi dan Rasul dalam menghadapi ghazwul fikriy ini.

Sumpah Iblis

Iblis adalah contoh terbaik dari sebuah kerusakan cara berpikir. Makhluk yang satu ini tidak atheis, tidak agnostik, tidak meragukan kekuasaan Allah SWT, tidak bodoh dan tidak kurang pengalaman. Ketika Allah SWT secara langsung memerintahkannya untuk bersujud pada Nabi Adam as., seharusnya hal ini menjadi urusan yang sangat mudah baginya, karena tak ada opsi lain kecuali patuh. Akan tetapi, Iblis dengan tegas dan tidak ambigu menolak.


Allah berfirman, “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis, “Aku lebih baik daripadanya. Engkau ciptakan aku dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS Al-A’raaf [7]: 12)


Seperti inilah cara berpikir Iblis. Tidak diragukan lagi, penolakannya untuk mematuhi perintah Allah SWT adalah karena kesombongan, bukan yang lain. Kesombongan telah memenuhi dadanya sehingga akalnya tidak lagi bekerja sebagaimana mestinya. Iblis tahu persis bahwa perintah Allah SWT tidak semestinya ia abaikan, namun ia sudah kehilangan kemampuan untuk mengendalikan dirinya.


Kebencian Iblis tidak berhenti sampai di situ. Setelah Nabi Adam as. dan Hawa ditempatkan di surga, kedengkian telah menuntunnya untuk menjerumuskan keduanya dalam sebuah perbuatan yang dilarang Allah SWT.


Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan berkata, “Tuhan kamu tidak melarangmu mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga).” (QS Al-A’raaf [7]: 20)


Sekiranya Iblis mengajak Nabi Adam as. dan istrinya untuk mendurhakai Allah, tentu ajakannya takkan bersambut. Akan tetapi, Iblis mempermainkan fitrah manusia yang memang menginginkan hidup abadi di surga, apalagi bagi yang sudah pernah hidup di dalamnya. Dengan cara inilah keduanya digelincirkan oleh Iblis, hingga akhirnya mereka mendapat teguran langsung dari Allah SWT. Keduanya pun bertaubat, dan Allah SWT menerima taubat mereka.


Bagaimana dengan Iblis? Bukannya bertaubat, ia malah meminta ijin Allah SWT untuk terus menggoda manusia. Dengarlah ‘Sumpah Palapa’ Iblis di bawah ini:


Iblis berkata, “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.” (QS Al-Hijr [15]: 39-40)


Jika masih ada yang mempertanyakan agenda besar Iblis di muka bumi, maka camkanlah kata-katanya sekali lagi: “..pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi...” Jelaslah kiranya bahwa apa yang dilancarkan oleh Iblis itu sendiri pada hakikatnya adalah ghazwul fikriy; sebuah peperangan yang ditujukan bukan untuk menghancurkan jasad manusia, namun merusak alam pikirannya sehingga tidak lagi sesuai dengan tuntunan Allah SWT. Jika akal sudah rusak, maka kebaikan bisa dipandang buruk, sedangkan maksiat malah dianggap sebagai ibadah.

Bersama Nabi Ibrahim as.

Berkebalikan dengan Iblis yang logikanya sudah menyimpang karena disetir oleh hawa nafsunya, Nabi Ibrahim as. justru dipuji sebagai pribadi yang lurus (hanif). Ia berdakwah kepada kaumnya dengan menggunakan argumen-argumen yang bernas, mematahkan semua retorika sesat yang dilemparkan kepadanya.


Tanpa sepengetahuan orang, Nabi Ibrahim as. menghancurkan berhala-berhala kaumnya, menyisakan hanya satu saja di antaranya. Karena sejak awal Nabi Ibrahim as. telah begitu keras mengkritisi kaumnya yang menyembah berhala, maka tak pelak lagi tuduhan pun langsung tertuju padanya.


Mereka bertanya, “Apakah kamu yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?” Ibrahim menjawab, “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya. Maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara.” (QS Al-Anbiyaa’ [21]: 62-63)


Habislah sudah. Tak ada lagi argumen yang bisa mereka kemukakan. Jawaban Nabi Ibrahim as. telah membuat mereka serba salah. Pertama, mereka tak mungkin bisa bertanya kepada berhala terbesar itu, karena berhala memang tak dapat berbicara. Kedua, jika ia tak mungkin berbicara, maka ia pun tak mungkin menghancurkan berhala-berhala lainnya. Dengan demikian, ada orang lain yang telah melakukannya. Implikasinya, berhala itu pun ternyata tak mampu mencegah orang yang hendak menghancurkannya. Hilanglah alasan untuk memuja-muja berhala itu lagi. Betapa banyak yang bisa disampaikan oleh Nabi Ibrahim as. hanya dengan beberapa kalimat dan perbuatan saja.


Di lain waktu, Nabi Ibrahim as. pun berdebat dengan seorang raja yang jumawa. Ia menganggap dirinya telah sebanding dengan Allah SWT. Nabi Ibrahim as. menjelaskan padanya bahwa Allah SWT adalah Dzat yang mampu menghidupkan dan mematikan manusia. Sang Raja pun berkilah dengan mengatakan bahwa dirinya mampu menghidupkan (yaitu membiarkan hidup) dan mematikan (yaitu memerintahkan pembunuhan). Nabi Ibrahim as. kemudian membungkamnya dengan mengatakan bahwa Allah SWT telah menerbitkan matahari dari timur, maka jika Sang Raja benar-benar sebanding dengan-Nya, ia seharusnya bisa menerbitkannya dari barat. Kisah ini dapat kita temukan di bagian akhir Surah Al-Baqarah.
  
Posisi Para Da’i

Kita telah mengenal ghazwul fikriy, memahami bahaya dan kompleksitasnya. Akan tetapi, kita masih harus berperang melawan trauma persepsi dalam diri kita sendiri. Ghazwul fikriy adalah sebuah peperangan, di mana kita bukan hanya diserang dari segala arah, tapi juga bisa balas menyerang ke segala arah.


Ghazwul fikriy bukan barang baru, melainkan perkara lama yang sudah dikobarkan sejak dahulu kala oleh Iblis kepada ayah-bunda kita, Nabi Adam as. dan Hawa, beserta seluruh keturunannya. Tidak ada seorang pun yang tidak terlibat dalam perang pemikiran ini, karena Iblis memang menyesatkan manusia melalui pikirannya. Seorang da’i tidak bisa lari dari kewajibannya untuk aktif terlibat di dalamnya.


Untuk melibatkan diri dalam ghazwul fikriy, kita tidak perlu merasa takut akan kekurangan amunisi atau referensi. Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah senjata yang lebih dari cukup. Kita bisa belajar banyak dari para Nabi dan Rasul, misalnya Nabi Ibrahim as., yang mampu membendung semua retorika sesat orang-orang kafir dengan logika yang jernih dan kepala dingin.


Artikel ini telah dimuat dalam rubrik Ghazwul Fikriy dalam majalah Al-Intima'.


wassalaamu’alaikum wr. wb.

Apa Yang Menghalangimu Untuk Berjilbab

Oleh : Yetti Masrianda

Saudariku…
Seorang mukmin dengan mukmin lain ibarat cermin. Bukan cermin yang memantulkan bayangan fisik, melainkan cermin yang menjadi refleksi akhlak dan tingkah laku. Kita dapat mengetahui dan melihat kekurangan kita dari saudara seagama kita. Cerminan baik dari saudara kita tentulah baik pula untuk kita ikuti. Sedangkan cerminan buruk dari saudara kita lebih pantas untuk kita tinggalkan dan jadikan pembelajaran untuk saling memperbaiki.

“Wanita itu adalah aurat, jika ia keluar rumah, maka syaithan akan menghiasinya.” (Hadits shahih. Riwayat Tirmidzi (no. 1173), Ibnu Khuzaimah (III/95) dan ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabiir (no. 10115), dari Shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma)

Saudariku, berjilbab bukan hanya sebuah identitas bagimu untuk menunjukkan bahwa engkau adalah seorang muslimah. Tetapi jilbab adalah suatu bentuk ketaatanmu kepada Allah Ta’ala, selain shalat, puasa, dan ibadah lain yang telah engkau kerjakan. Jilbab juga merupakan konsekuensi nyata dari seorang wanita yang menyatakan bahwa dia telah beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain itu, jilbab juga merupakan lambang kehormatan, kesucian, rasa malu, dan kecemburuan. Dan semua itu Allah jadikan baik untukmu. Tidakkah hatimu terketuk dengan kasih sayang Rabb kita yang tiada duanya ini?
“Aku Belum Berjilbab, Karena…”

1. “Hatiku masih belum mantap untuk berjilbab. Jika hatiku sudah mantap, aku akan segera berjilbab. Lagipula aku masih melaksanakan shalat, puasa dan semua perintah wajib kok..”
Wahai saudariku… Sadarkah engkau, siapa yang memerintahmu untuk mengenakan jilbab? Dia-lah Allah, Rabb-mu, Rabb seluruh manusia, Rabb alam semesta. Engkau telah melakukan berbagai perintah Allah yang berpangkal dari iman dan ketaatan, tetapi mengapa engkau beriman kepada sebagian ketetapan-Nya dan ingkar terhadap sebagian yang lain, padahal engkau mengetahui bahwa sumber dari semua perintah itu adalah satu, yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala?

Seperti shalat dan amalan lain yang senantiasa engkau kerjakan, maka berjilbab pun adalah satu amalan yang seharusnya juga engkau perhatikan. Allah Ta’ala telah menurunkan perintah hijab kepada setiap wanita mukminah. Maka itu berarti bahwa hanya wanita-wanita yang memiliki iman yang ridha mengerjakan perintah ini. Adakah engkau tidak termasuk ke dalam golongan wanita mukminah?

Ingatlah saudariku, bahwa sesungguhnya keadaanmu yang tidak berjilbab namun masih mengerjakan amalan-amalan lain, adalah seperti orang yang membawa satu kendi penuh dengan kebaikan akan tetapi kendi itu berlubang, karena engkau tidak berjilbab. Janganlah engkau sia-siakan amal shalihmu disebabkan orang-orang yang dengan bebas di setiap tempat memandangi dirimu yang tidak mengenakan jilbab. Silakan engkau bandingkan jumlah lelaki yang bukan mahram yang melihatmu tanpa jilbab setiap hari dengan jumlah pahala yang engkau peroleh, adakah sama banyaknya?

2. “Iman kan letaknya di hati. Dan yang tahu hati seseorang hanya aku dan Allah.”
Duhai saudariku…Tahukah engkau bahwa sahnya iman seseorang itu terwujud dengan tiga hal, yakni meyakini sepenuhnya dengan hati, menyebutnya dengan lisan, dan melakukannya dengan perbuatan?

Seseorang yang beramal hanya sebatas perbuatan dan lisan, tanpa disertai dengan keyakinan penuh dalam hatinya, maka dia termasuk ke dalam golongan orang munafik. Sementara seseorang yang beriman hanya dengan hatinya, tanpa direalisasikan dengan amal perbuatan yang nyata, maka dia termasuk kepada golongan orang fasik. Keduanya bukanlah bagian dari golongan orang mukmin. Karena seorang mukmin tidak hanya meyakini dengan hati, tetapi dia juga merealisasikan apa yang diyakininya melalui lisan dan amal perbuatan. Dan jika engkau telah mengimani perintah jilbab dengan hatimu dan engkau juga telah mengakuinya dengan lisanmu, maka sempurnakanlah keyakinanmu itu dengan bersegera mengamalkan perintah jilbab.

3. “Aku kan masih muda…”
Saudariku tercinta… Engkau berkata bahwa usiamu masih belia sehingga menahanmu dari mengenakan jilbab, dapatkah engkau menjamin bahwa esok masih untuk dirimu? Apakah engkau telah mengetahui jatah hidupmu di dunia, sehingga engkau berkata bahwa engkau masih muda dan masih memiliki waktu yang panjang? Belumkah engkau baca firman Allah ‘Azza wa Jalla yang artinya,

“Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, jika kamu sesungguhnya mengetahui.” (Qs. Al-Mu’minuun: 114)
“Pada hari mereka melihat adzab yang diancam kepada mereka, (mereka merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) waktu pelajaran yang cukup.” (Qs. Al-Ahqaaf: 35)

Tidakkah engkau perhatikan tetanggamu atau teman karibmu yang seusia denganmu atau di bawah usiamu telah menemui Malaikat Maut karena perintah Allah ‘Azza wa Jalla? Tidakkah juga engkau perhatikan si fulanah yang kemarin masih baik-baik saja, tiba-tiba menemui ajalnya dan menjadi mayat hari ini? Tidakkah semua itu menjadi peringatan bagimu, bahwa kematian tidak hanya mengetuk pintu orang yang sekarat atau pun orang yang lanjut usia? Dan Malaikat Maut tidak akan memberimu penangguhan waktu barang sedetik pun, ketika ajalmu sudah sampai. Setiap hari berlalu sementara akhiratmu bertambah dekat dan dunia bertambah jauh. Bekal apa yang telah engkau siapkan untuk hidup sesudah mati? Ketahuilah saudariku, kematian itu datangnya lebih cepat dari detak jantungmu yang berikutnya. Jadi cepatlah, jangan sampai terlambat…

4. “Jilbab bikin rambutku jadi rontok…”
Sepertinya engkau belum mengetahui fakta terbaru mengenai ‘canggih’nya jilbab. Dr. Muhammad Nidaa berkata dalam Al-Hijaab wa Ta’tsiruuha ‘Ala Shihhah wa Salamatus Sya’ri tentang pengaruh jilbab terhadap kesehatan dan keselamatan rambut,

“Jilbab dapat melindungi rambut. Penelitian dan percobaan telah membuktikan bahwa perubahan cuaca dan cahaya matahari langsung akan menyebabkan hilangnya kecantikan rambut dan pudarnya warna rambut. Sehingga rambut menjadi kasar dan berwarna kusam. Sebagaimana juga udara luar (oksigen) dan hawa tidaklah berperan dalam pertumbuhan rambut. Karena bagian rambut yang terlihat di atas kepala yang dikenal dengan sebutan batang rambut tidak lain adalah sel-sel kornea (yang tidak memiliki kehidupan). Ia akan terus memanjang berbagi sama rata dengan rambut yang ada di dalam kulit. Bagian yang aktif inilah yang menyebabkan rambut bertambah panjang dengan ukuran sekian millimeter setiap hari. Ia mendapatkan suplai makanan dari sel-sel darah dalam kulit.

Dari sana dapat kita katakan bahwa kesehatan rambut bergantung pada kesehatan tubuh secara umum. Bahwa apa saja yang mempengaruhi kesehatan tubuh, berupa sakit atau kekurangan gizi akan menyebabkan lemahnya rambut. Dan dalam kondisi mengenakan jilbab, rambut harus dicuci dengan sabun atau shampo dua atau tiga kali dalam sepekan, menurut kadar lemak pada kulit kepala. Maksudnya apabila kulit kepala berminyak, maka hendaklah mencuci rambut tiga kali dalam sepekan. Jika tidak maka cukup mencucinya dua kali dalam sepekan. Jangan sampai kurang dari kadar ini dalam kondisi apapun. Karena sesudah tiga hari, minyak pada kulit kepala akan berubah menjadi asam dan hal itu akan menyebabkan patahnya batang rambut, dan rambut pun akan rontok.” (Terj. Banaatunaa wal Hijab hal. 66-67)

5. “Kalau aku pakai jilbab, nanti tidak ada laki-laki yang mau menikah denganku. Jadi, aku pakai jilbabnya nanti saja, sesudah menikah.”
Wahai saudariku… Tahukah engkau siapakah lelaki yang datang meminangmu itu, sementara engkau masih belum berjilbab? Dia adalah lelaki dayyuts, yang tidak memiliki perasaan cemburu melihatmu mengobral aurat sembarangan. Bagaimana engkau bisa berpendapat bahwa setelah menikah nanti, suamimu itu akan ridha membiarkanmu mengulur jilbab dan menutup aurat, sementara sebelum pernikahan itu terjadi dia masih santai saja mendapati dirimu tampil dengan pakaian ala kadarnya? Jika benar dia mencintai dirimu, maka seharusnya dia memiliki perasaan cemburu ketika melihat auratmu terbuka barang sejengkal saja.

Dia akan menjaga dirimu dari pandangan liar lelaki hidung belang yang berkeliaran di luar sana. Dia akan lebih memilih dirimu yang berjilbab daripada dirimu yang tanpa jilbab. Inilah yang dinamakan pembuktian cinta yang hakiki!
Maka, jika datang seorang lelaki yang meminangmu dan ridha atas keadaanmu yang masih belum berjilbab, waspadalah. Jangan-jangan dia adalah lelaki dayyuts yang menjadi calon penghuni Neraka. Sekarang pikirkanlah olehmu saudariku, kemanakah bahtera rumah tanggamu akan bermuara apabila nahkodanya adalah calon penghuni Neraka?

6. “Pakai jilbab itu ribet dan mengganggu pekerjaan. Bisa-bisa nanti aku dipecat dari pekerjaan.”
Saudariku… Islam tidak pernah membatasi ruang gerak seseorang selama hal tersebut tidak mengandung kemaksiatan kepada Allah. Akan tetapi, Islam membatasi segala hal yang dapat membahayakan seorang wanita dalam melakukan aktivitasnya baik dari sisi dunia maupun dari sisi akhiratnya. Jilbab yang menjadi salah satu syari’at Islam adalah sebuah penghargaan sekaligus perlindungan bagi kaum wanita, terutama jika dia hendak melakukan aktivitas di luar rumahnya. Maka dengan perginya engkau untuk bekerja di luar rumah tanpa jilbab justru akan mendatangkan petaka yang seharusnya dapat engkau hindari. Alih-alih mempertahankan pekerjaan, engkau malah menggadaikan kehormatan dan harga dirimu demi setumpuk materi.

Tahukah engkau saudariku, siapa yang memberimu rizki? Bukankah Allah -Rabb yang berada di atas ‘Arsy-Nya- yang memerintahkan para malaikat untuk membagikan rizki kepada setiap hamba tanpa ada yang dikurangi barang sedikitpun? Mengapa engkau lebih mengkhawatirkan atasanmu yang juga rizkinya bergantung kepada kemurahan Allah?

Apakah jika engkau lebih memilih untuk tetap tidak berjilbab, maka atasanmu itu akan menjamin dirimu menjadi calon penghuni Surga? Ataukah Allah ‘Azza wa Jalla yang telah menurunkan perintah ini kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam yang akan mengadzabmu akibat kedurhakaanmu itu? Pikirkanlah saudariku… Pikirkanlah hal ini baik-baik!

7. “Jilbab itu bikin gerah, dan aku tidak kuat kepanasan.”
Saudariku… Panas mentari yang engkau rasakan di dalam dunia ini tidak sebanding dengan panasnya Neraka yang akan kau terima kelak, jika engkau masih belum mau untuk berjilbab. Sungguh, dia tidak sebanding. Apakah engkau belum mendengar firman Allah yang berbunyi,
“Katakanlah: ‘(Api) Neraka Jahannam itu lebih sangat panas. Jika mereka mengetahui.’” (Qs. At-Taubah: 81)

Dan sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya,
“Sesungguhnya api Neraka Jahannam itu dilebihkan panasnya (dari panas api di bumi sebesar) enam puluh sembilan kali lipat (bagian).” [Hadits shahih. Riwayat Muslim (no. 2843) dan Ahmad (no. 8132). Lihat juga Shahih Al-Jaami' (no. 6742), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu]
Manakah yang lebih sanggup engkau bersabar darinya, panasnya matahari di bumi ataukah panasnya Neraka di akhirat nanti? Tentu engkau bisa menimbangnya sendiri…

8. “Jilbab itu pilihan. Siapa yang mau pakai jilbab silakan, yang belum mau juga gak apa-apa. Yang penting akhlaknya saja benar.”
Duhai saudariku… Sepertinya engkau belum tahu apa yang dimaksud dengan akhlak mulia itu. Engkau menafikan jilbab dari cakupan akhlak mulia, padahal sudah jelas bahwa jilbab adalah salah satu bentuk perwujudan akhlak mulia. Jika tidak, maka Allah tidak akan memerintahkan kita untuk berjilbab, karena dia tidak termasuk ke dalam akhlak mulia.

Pikirkanlah olehmu baik-baik, adakah Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berakhlak buruk? Atau adakah Allah mengadakan suatu ketentuan yang tidak termasuk dalam kebaikan dan mengandung manfaat yang sangat besar? Jika engkau menjawab tidak ada, maka dengan demikian engkau telah membantah pendapatmu sendiri dan engkau telah setuju bahwa jilbab termasuk ke dalam sekian banyak akhlak mulia yang harus kita koleksi satu persatu. Bukankah demikian?

Ketahuilah olehmu, keputusanmu untuk tidak mengenakan jilbab akan membuat Rabb-mu menjadi cemburu, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang artinya,
“Sesungguhnya Allah itu cemburu dan seorang Mukmin juga cemburu. Adapun cemburunya Allah disebabkan oleh seorang hamba yang mengerjakan perkara yang diharamkan oleh-Nya.” [Hadits shahih. Riwayat Bukhari (no. 4925) dan Muslim (no. 2761)]

9. “Sepertinya Allah belum memberiku hidayah untuk segera berjilbab.”
Saudariku… Hidayah Allah tidak akan datang begitu saja, tanpa engkau melakukan apa-apa. Engkau harus menjalankan sunnatullah, yakni dengan mencari sebab-sebab datangnya hidayah tersebut.

Ketahuilah bahwa hidayah itu terbagi menjadi dua, yaitu hidayatul bayan dan hidayatut taufiq. Hidayatul bayan adalah bimbingan atau petunjuk kepada kebenaran, dan di dalamnya terdapat campur tangan manusia. Adapun hidayatut taufiq adalah sepenuhnya hak Allah. Dia merupakan peneguhan, penjagaan, dan pertolongan yang diberikan Allah kepada hati seseorang agar tetap dalam kebenaran. Dan hidayah ini akan datang setelah hidayatul bayan dilakukan.

Janganlah engkau jual kebahagiaanmu yang abadi dalam Surga kelak dengan dunia yang fana ini. Buanglah jauh-jauh perasaan was-wasmu itu. Tempuhlah usaha itu dengan berjilbab, sementara hatimu terus berdo’a kepada-Nya, “Allahummahdini wa saddidni. Allahumma tsabit qolbi ‘ala dinik (Yaa Allah, berilah aku petunjuk dan luruskanlah diriku. Yaa Allah, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu).”

Belajarlah Mencintai Jilbabmu
Duhai jilbab yang masih terlipat,
jadilah perisai dan tabir untuk diriku,
Mengukir simbol kehormatan dan kesucianku,
Menjelmalah laksana rumah berjalan untukku,
Dan kusematkan setangkai cinta untukmu…

Saudariku, jadikanlah jilbab seperti bagian dari dirimu, yang jika tanpanya, engkau merasa tidak sempurna. Jadikanlah dia penutup auratmu yang lebih baik dari sekedar pakaianmu. Jadikanlah dia sebagai lambang rasa malumu yang akan memancarkan wibawamu. Jadikanlah dia sebagai simbol kehormatan dan kesucianmu yang harus engkau jaga sebaik-baiknya. Maka dengan begitu, engkau akan mencintainya tanpa engkau sadari bahwa engkau telah mencintainya.

Yang Cantik yang Berjilbab
Tak ada ajaran yang lebih memuliakan wanita daripada Islam. Dalam Islam, wanita ditempatkan sebagai makhluk yang sangat mulia. Dan Islam sangat menjaga kehormatan juga kesucian seorang wanita. Namun, di belantara fitnah saat ini, wanita yang berkomitmen untuk menjaga kesucian dirinya karena masih menjadi kaum minoritas, seringkali mendapat cemoohan, sindiran, dan cibiran dari kaum mayoritas yang awam. Bahkan, ada yang menyebut dirinya sebagai kaum feminis yang –dengan tidak disadari oleh akal sehatnya– telah menjerumuskan kaum wanita kepada lembah kehinaan yang bersampul keadilan. Wal’iyyadzubillah.

Mereka berteriak-teriak di jalanan, di media-media massa dan elektronik mengenai kesetaraan gender, keadilan terhadap hak asasi manusia, dan harkat serta martabat kaum wanita. Mereka menginginkan para wanita mereka berpakaian seronok supaya diterima oleh masyarakat –yang rusak akalnya–, mereka mencoba mengafiliasi budaya barat dengan budaya timur agar mereka dinobatkan sebagai wanita modern, wanita masa kini, wanita fashionable. Ketahuilah olehmu wahai saudariku, mereka inilah setan berwujud manusia yang pernah disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya, artinya,

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu manusia…” (Qs. Al-An’aam: 112)

Allah Ta’ala memaksudkan perkataan yang indah dalam ayat di atas adalah perkataan yang sebenarnya bathil, tetapi pemiliknya menghiasi perkataan tersebut semampunya, kemudian melontarkannya kepada pendengaran orang-orang yang tertipu, sehingga akhirnya mereka terpedaya. (Terj. Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’ hal. 225)
Wanita shalihah yang kecantikannya ibarat mutiara yang terbenam dalam lumpur, masih menjadi kaum minor di kalangan masyarakat yang sudah mulai terpengaruh dengan eksistensi kaum liberal, permisif dan hedonis masa kini. Merekalah para wanita perindu Surga yang selalu nyaman tinggal di istananya. Merekalah para bidadari yang bersembunyi di balik tabir, kain longgar, dan lebarnya kerudung. Ketika orang mendatanginya, ia begitu khawatir jika keindahannya terlihat, dan dia tidak mungkin menjumpai tamunya dalam busana ala kadarnya yang bisa menampakkan ’simpanan berharga’nya. Mereka masih dan akan selalu menjadi misteri bagi para lelaki asing di luar sana. Tetapi mereka berubah bagai bidadari jika bertemu dengan kekasih hati yang telah menjadi suaminya.

Tahukah engkau siapa kekasih hati sang bidadari..?
Hanyalah lelaki shalih yang berani mendamba dirinya dan hanya lelaki shalih yang memiliki nyali mempersuntingnya sekaligus meminangnya menjadi belahan hati. Sedangkan lelaki hidung belang, miskin agama, dan kurang bermoral hanya akan mendekati ‘daging-daging’ yang dijual bebas di pasaran. Para wanita yang menjajakan dirinya di pinggir-pinggir jalan, di mal-mal, di tempat-tempat dugem, dan yang sejenisnya. Sekalipun mereka tidak merasa atau tidak berniat ‘menjual diri’ mereka, akan tetapi pada hakikatnya –jika mereka mau menyadari–, merekalah ‘mangsa’ empuk para serigala manusia yang kelaparan. Maka saudariku, manakah yang lebih engkau sukai, si cantik yang diobral murah? Ataukah si shalihah yang penuh rahasia?

Fenomena Jilbab Gaul, Berpakaian Tapi Telanjang
Belakangan ini, merebak trend jilbab gaul atau kudung gaul. Anggotanya mulai dari anak-anak remaja hingga ibu-ibu yang aktif dalam berbagai kegiatan pengajian. Kalau mereka ditanya, “Jilbab apa ini namanya?” Mereka akan menjawab dengan dengan pede-nya, “Jilbab gaul..!”

Jilbab gaul ini digandrungi karena alasan modisnya. Peminatnya adalah para wanita yang sudah terlanjur berjilbab tapi tetap ingin tampil modis dan trendi. Mereka ingin celana jeans, kaos-kaos ketat dan pakaian-pakaian minim mereka masih bisa terpakai, meskipun mereka sudah berjilbab. Walhasil, para desainer kawakan yang minim akan ilmu agama, mencoba mengotak-atik ketentuan jilbab syar’i dan mewarnainya sesuka hati dengan berkiblat kepada trend mode di wilayah barat. Mereka tidak segan-segan membawakan semboyan, “Jilbab modis dan syar’i” atau “Jilbab muslimah masa kini, modis dan trendi” atau semboyan-semboyan lain yang membuat kacau pikiran dan hati para gadis remaja.

Sekarang, mari kita simak peringatan yang pernah disampaikan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya,
“Ada dua golongan penghuni Neraka yang belum pernah aku lihat sebelumnya, yaitu (1, -ed) suatu kaum yang membawa cambuk seperti ekor-ekor sapi betina yang mereka pakai untuk mencambuk manusia; (2,-ed) wanita-wanita yang berpakaian (namun) telanjang, yang kalau berjalan berlenggak-lenggok menggoyang-goyangkan kepalanya lagi durhaka (tidak ta’at), kepalanya seperti punuk-punuk unta yang meliuk-liuk. Mereka tidak akan masuk Surga dan tidak dapat mencium bau wanginya, padahal bau wanginya itu sudah tercium dari jarak sekian dan sekian.” (Hadits shahih. Riwayat Muslim (no. 2128) dan Ahmad (no. 8673). dari jalan Shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Siapakah itu wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang?
Mereka adalah para wanita yang pakaiannya tipis, transparan dan ketat, sehingga kemolekan tubuhnya terlihat. Mereka berpakaian secara zhahir (nyata), namun sebenarnya mereka bertelanjang. Karena tidak ada bedanya ketika mereka berpakaian maupun ketika mereka tidak berpakaian, sebab pakaian yang mereka kenakan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, yakni menutupi aurat. Dan mereka adalah wanita-wanita yang menyimpang dari keta’atan kepada Allah dalam hal menjaga kemaluan serta menutupi diri mereka dari para lelaki yang bukan mahramnya. (Terj. Al-Jannatu Na’iimuhaa wat Thariiqu Ilaiha Jahannamu Ahwaaluhaa wa Ahluhaa hal. 101-103)

Nah saudariku…
Tentu engkau tidak ingin menjadi salah satu wanita yang disebutkan dalam hadits di atas bukan? Tentu engkau ingin menjadi wanita penghuni Surga yang jumlahnya hanya sedikit itu bukan? Jadi jangan sampai kehabisan tempat. Persiapkanlah tempatmu di Surga nanti mulai dari sekarang!
Akhirnya…
Apabila Allah telah mengadakan suatu ketentuan, maka sudah pasti dalam ketentuan itu terkandung kebaikan yang amat besar. Maka dengan meragukan ketentuan dan perintah-Nya, engkau telah melewatkan banyak kebaikan yang seharusnya engkau dapatkan. Coba engkau simak firman Allah yang berbunyi,

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menerapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (Qs. Al-Ahzab: 36)

Saudariku…
Alasan apapun yang masih tersimpan dihatimu untuk tidak melaksanakan perintah berjilbab ini, janganlah engkau dengarkan dan engkau turuti. Semua itu hanyalah was-was setan yang dihembuskannya ke dalam hati-hati manusia, termasuk ke dalam hatimu. Bersegeralah menuju jalan ketakwaan, karena dengan begitu engkau akan melihat sosok lain yang jauh lebih baik dari dirimu pada hari ini. Engkau akan dengan segera mendapati rentetan kasih sayang Allah yang tidak pernah engkau sangka-sangka sebelumnya. Jadi, apa lagi yang kau tunggu? Bentangkanlah jilbabmu dan tutupilah cantikmu. Belajarlah menghargai dirimu sendiri dengan menjaga jilbabmu, maka dengan begitu orang lain pun akan ikut menghargai dirimu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, yang artinya,

“Barang siapa di antara kalian mampu membuat perlindungan diri dari api Neraka meskipun hanya dengan sebiji kurma, maka lakukanlah.” (Hadits shahih. Lihat Shahih Al-Jaami’ (no. 6017). Dari jalan ‘Adi bin Hatim radhiyallahu ‘anhu)

Demikianlah saudariku…
Ku susun risalah ini sebagai bentuk kasih sayang terhadapmu sembari terus berdo’a semoga Allah membuka hatimu untuk menerima ‘kado istimewa’ ini dengan ikhlas. Bukan karena apa maupun karena siapa, tapi karena semata-mata engkau mengharapkan keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla terhadap dirimu. Semoga risalah yang hanya mengharap Wajah Allah ini dapat mengetuk pintu yang tertutup dan membangunkan nurani yang lama tertidur lelap, sehingga membangkitkan semangat untuk bersegera menuju ketaatan kepada Allah. Semoga Allah memasukkan dirimu, diriku, dan seluruh kaum muslimin yang berpegang teguh dalam tali agama Allah ke dalam golongan orang-orang yang ditunjuki jalan yang lurus.
Wallahul musta’an