Menyeru manusia kepada jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengajak manusia
ke jalan kebaikan, ibarat perdagangan. Seorang yang berdagang pasti
memiliki pesaing. Ada pesaing yang sehat dan ada pula yang hasad
(dengki). Si pendengki akan melakukan upaya apa saja untuk menggembosi
pedagang lain yang lebih laku. Ia katakan kepada manusia: hati-hati
dengan pedagang itu, barang dagangannya expired (kadaluarsa), tidak
berkualitas, tidak orisinil, dan lain-lain, dengan tujuan menjauhkan
manusia darinya, lalu pelanggan beralih kepadanya. Paling tidak,
memburukkan citranya.
Begitu pula segala macam bentuk fitnah, tuhmah (tuduhan), tha’nah
(tikaman), yang dialami aktifis Islam dan tokoh-tokohnya. Baik di ranah
sosial politik, budaya, ekonomi, dan lainnya. Semua itu bisa datang
dari dari kaum sekuler yang anti agama, bisa juga sesama pejuang Islam
yang memiliki bendera dan seruan yang sama, tapi mereka bertemu pada
muara yang sama; dengki.
Kaum pendengki biasanya mampu berseni peran secara luar biasa. Mereka
tesenyum dan menyapa dihapadan korbannya untuk menunjukkan cinta dan
ridha. Sehingga korbannya pun tertipu dengan penampilan mereka. Tetapi
di belakang, mereka menyerang dengan serangan mematikan, dengan berbagai
sarana yang mereka miliki untuk mempengaruhi opini manusia sesuai
kemauannya, agar manusia ikut-ikutan membenci korbannya.
Allah Ta’ala berfirman:
هَا أَنْتُمْ أُولَاءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلَا يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ
بِالْكِتَابِ كُلِّهِ وَإِذَا لَقُوكُمْ قَالُوا آَمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا
عَضُّوا عَلَيْكُمُ الْأَنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ
“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, Padahal mereka tidak menyukai
kamu, dan kamu beriman kepada Kitab-Kitab semuanya. apabila mereka
menjumpai kamu, mereka berkata "Kami beriman", dan apabila mereka
menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci
terhadap kamu.” (QS. Al Imran (3): 119)
Ya, jika mereka berdiskusi dengan kita, berkumpul dan berhadapan, mereka
menyatakan selalu bersama kita, tetapi perilaku mereka sangat bertolak
belakang. Maka cukuplah bagi mereka:
قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
“Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu karena kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati.” (QS. Ali Imran (3): 119)
Selanjutnya, akan kami kutip nasihat bagaimana menghadapi para
pendengki dalam kehidupan kita, yaitu nasihat Syaikh Dr. ’Aidh Abdullah
Al Qarny Hafizhahullah dari buku Silakan Terpesona, hal. 187. Cet.3,
Penerbit Sahara Publishers. Jakarta, Juni 2005. Beliau menulis:
Bagaimanapun Anda berbuat baik kepada orang yang hasud, misalnya
membawakan makanan dan minuman kepadanya, memakaikan pakaiannya,
membawakan air wudhunya, menyikatkan permadaninya, membersihkan
rumahnya, dan lain-lain, Anda akan tetap dianggapnya sebagai musuh.
Mengapa demikian? Sebab, hal-hal yang menjadi pemicu permusuhan
dengannya itu masih melekat pada diri Anda, yaitu keutamaan, ilmu
pengetahuan, tata krama, harta, atau jabatan Anda. Bagaimana pun Anda
tidak akan dapat berdamai dengannya selama Anda belum menanggalkan
karunia-karunia tersebut dari diri Anda. Orang yang iri hati akan selalu
menunggu-nunggu saat Anda terpeleset, menanti-nanti kapan Anda
terjatuh, dan berangan-angan suatu saat Anda tergelincir.
Hari terbaik baginya adalah hari Anda jatuh sakit, malam terindah
baginya adalah malam Anda jatuh miskin, dan saat-saat paling
membahagiakan baginya adalah hari Anda tertimpa bencana, dan waktu yang
paling disukainya adalah hari Dia melihat Anda gelisah, resah, sedih,
dan rapuh.
Momen yang paling menyiksanya adalah ketika ia melihat Anda menjadi kaya
raya. Berita paling menyedihkannya adalah ketika Anda meraih
keberuntungan dan menjadi orang terhormat. Dan bencana paling besar
baginya adalah ketika Anda mendapat promosi.
Tawa Anda adalah tangisnya, pesta Anda adalah upacara kematiannya, dan keberhasilan Anda adalah kegagalannya.
Dia akan melupakan segala-galanya tentang diri Anda, kecuali
kesalahan-kesalahan Anda. Dia tidak memandang apa pun kepada diri Anda,
kecuali pada kekurangan-kekurangan Anda. Kesalahan Anda yang kecil,
baginya lebih besar daripada gunung Uhud. Dosa Anda yang sepele,
menurutnya lebih berat daripada gunung Tsahlan. Meskipun Anda lebih
fasih daripada Sahban, baginya Anda lebih gagap daripada Baqil. Meskipun
Anda lebih dermawan daripada Hatim, baginya Anda lebih kikir darpada
Madir. Meskipun Anda lebih cerdas daripada Asy Syafi’i, dia memandang
Anda lebih bodoh dari pada Habnaqah.
Orang yang memuji Anda di hadapannya dianggapnya pendusta. Orang yang
menyanjung Anda di dekatnya dianggapnya orang munafik. Orang yang memuji
Anda di majelisnya dianggapnya orang rendah yang tak tahu etika.
Sebaliknya, dia mempercayai orang yang mencela Anda, menyukai orang yang
membenci Anda, mendekati orang yang memusuhi Anda, menolong orang yang
tidak menyukai dan tidak akrab dengan Anda.
Warna putih menurut pandangan mata Anda, terlihat hitam baginya. Siang dalam penglihatan Anda, malam dalam pandangannya.
Maka dari itu, janganlah Anda menjadikannya sebagai hakim dalam perkara
Anda dengan orang lain, karena dia telah memvonis Anda bersalah sebelum
mendengar tuntutan dan melihat bukti-bukti. Janganlah Anda membocorkan
rahasia kepadanya, karena dia sangat bersemangat menyebarkan dan
menyiarkannya. Ia menyimpan kekeliruan Anda sampai hari ia
membutuhkannya dan mencatat kesalahan Anda sampai hari ia memerlukannya.
Cara menghadapinya hanyalah menghindari dan meninggalkannya, menghilang
dari pandangannya, menjauhi rumahnya, dan menyingkir dari tempatnya.
Sebab, dia sebenarnya adalah sang penindas yang berpenampilan orang yang
tertindas. Tak usah Anda membalasnya, sudah cukup baginya kepahitan di
kerongkongannya, duka nestapa yang dialaminya, kesedihan yang
merundungnya, dan kecelakaan yang dirasakannya.
Andalah yang membuatnya sakit dan menderita; andalah yang membuatnya
tidak bisa tidur dan gundah gulana; andalah yang mendatangkan
kegelisahan, kesedihan, kelelahan, dan keletihan padanya.
Aku berhasil, maka sujudlah orang yang dulu mencela diriku
Dia tidak kucela, itulah pemaafan dan penghinaanku baginya
Itu juga yang kualami di antara keluarga dan orang sebangsaku
Sebab, barang yang berharga memang aneh di mana saja berada
Orang yang iri pada kebaikanku, berdusta di belakangku
Berghibah sembunyi-sembunyi, memuji-muji di depan mata
Demikian nasihat dari Syaikh Dr. ’Aidh Al Qarny hafizhahullah
Sungguh, kedengkian adalah penyakit mematikan bagi pengidapnya. Hatinya
sempit, jiwanya bergoncang, pikiran pun buram, karena semua telah
diliputi rasa khawatir terhadap kemuliaan dan kemajuan orang lain, lalu
sedih terhadap kebahagian orang lain, dan marah terhadap pujian yang
diterima mereka.
Ia menolak dan membantah ketika ada ulama atau tokoh masyarakat yang
memberi kesaksian positif terhadap aktivis Islam. Ia cari-cari alasan
agar kesaksian itu menjadi mentah dan tidak berharga. Sungguh betapa
lelah dan payahnya orang seperti itu. Orang-orang yang hari-harinya
diisi dengan tilawah Al Quran, menyeru manusia kepada kebaikan,
menghidupkan masjid, mendidik anak-anak terlantar, berjuang untuk
umatnya, oleh kaum pendengki disebut munafik, dicari kelemahannya,
diintai kesalahannya, hanya untuk memuaskan syahwat dengkinya.
Akhirnya, ia hidup hingga matinya diliputi kebencian, angkara murka, dan
tanpa kasih sayang sesama muslim dan manusia, kecuali yang dirahmati
oleh Allah ’Azza wa Jalla untuk berubah.
Di mana saja berada, orang-orang seperti ini menjadi kerikil dalam
sepatu bagi saudaranya sesama muslim. Sedikit dan kecil tetapi
mengganggu, atau seperti kutil, kecil tetapi merusak pemandangan. Kritik
yang dilakukan mereka bukan didasari cinta dan ilmu, tetapi amarah,
dendam, dan pelampiasan hawa nafsu. Semua akan dilakukan, semua menjadi
sarana, semua yang menjadi musuh pada masa lalu menjadi kawan masa kini,
.... karena satu tujuan, satu target dan sasaran, kehancuran pejuang
muslim dan tokoh-tokohnya.
Dengki tidaklah memandang usia dan tempat, ia bisa diidap siapa saja dan
hidup di mana saja. Orang yang menjadi korban juga tidak memandang usia
dan posisi, siapa saja pernah menjadi sasaran kedengkian. Baik itu
jamaah, ulama, da’i, politisi, tokoh negara, guru, pedagang, dan
sebagainya. Maka carilah ridha Allah ’Azza wa Jalla dalam
berda’wah, jangan hiraukan ucapan yang melemahkan, tuduhan yang
menggoncangkan, dan fitnah yang membingungkan, karena ketika Anda
menjadikan Allah ’Azza wa Jalla sebagai satu-satunya tujuan dan tempat
bersandar, maka musuh-musuhmu akan tidak bisa berbuat apa-apa kecuali
celaka bagi dirinya sendiri.
Wallahu A’lam wa Lillahil ’Izzah
Oleh : Farid Numan Hasan
(Farid Nu’man, April 2007, dengan beberapa editan. Pernah dimuat majalah Tatsqif 2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar