Jumat, 16 Maret 2012


gambar : Google
 
Oleh : Cahyadi Takariawan 

Seseorang sahabat bertanya melalui SMS kepada saya, bagaimanakah prinsip-prinsip menetapkan prioritas kegiatan ? Pertanyaan kecil ini mengingatkan saya kepada “kajian lama” tentang Fikih Prioritas dan Fikih Pertimbangan. Maka saya menemukan pula “buku lama” dan “catatan lama”, rasanya tetap aktual untuk dihadirkan dalam zaman kekinian.

Fiqh Aulawiyat (Fikih Prioritas), menurut Dr. Yusuf Qardhawi, adalah fikih “meletakkan segala sesuatu pada peringkatnya dengan adil, dari segi hukum nilai dan pelaksanaannya”. Sehingga sesuatu yang tidak penting tidak didahulukan atas sesuatu yang penting. Sesuatu yang penting tidak didahulukan atas sesuatu yang lebih penting. Sesuatu yang tidak kuat (marjuh) tidak didahulukan atas sesuatu yang kuat (rajih). Sesuatu yang biasa-biasa saja tidak didahulukan atas sesuatu yang utama atau paling utama.

Allah Ta’ala telah berfirman :
“Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu, dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu” (Ar Rahman: 7-9).

Sedangkan Fiqh Muwazanat (Fikih Pertimbangan) adalah fikih untuk memberikan pertimbangan untuk memilih (1) antara berbagai kemaslahatan dan manfaat dari berbagai kebaikan yang disyariatkan (2) antara berbagai bentuk kerusakan, madharat dan kejahatan yang dilarang agama (3) antara maslahat dan kerusakan, antara kebaikan dan kejelekan, apabila keduanya bertemu.
Pada akhirnya Fikih Pertimbangan memerlukan Fikih Prioritas, dan sebaliknya, karena keduanya memang berhubungan dengan erat.

PRINSIP-PRINSIP PENERAPAN FIKIH MUWAZANAT

Pertama, pertimbangan untuk memilih antara berbagai kemaslahatan
Kaidah yang digunakan untuk memilih antara berbagai kemaslahatan, adalah sebagai berikut:
  1. Mendahulukan kepentingan yang sudah pasti atas kepentingan yang baru diduga adanya, atau baru diragukan.
  2. Mendahulukan kepentingan yang besar atas kepentingan yang kecil.
  3. Mendahulukan kepentingan jama’ah atas kepentingan pribadi.
  4. Mendahulukan kepentingan yang banyak atas kepentingan yang sedikit.
  5. Mendahulukan kepentingan yang berkesinambungan atas kepentingan sementara dan insidental.
  6. Mendahulukan kepentingan inti dan fundamental atas kepentingan yang bersifat formalitas dan tidak penting.
  7. Mendahulukan kepentingan masa depan yang kuat atas kepentingan kekinian yang lemah.
Kedua, pertimbangan untuk memilih antara berbagai kemudharatan
Kaidah yang digunakan untuk menentukan pilihan antara berbagai kemudharatan adalah sebagai berikut:
  1. Tidak ada bahaya dan tidak boleh membahayakan.
  2. Suatu bahaya sedapat mungkin harus disingkirkan.
  3. Suatu bahaya tidak boleh disingkirkan dengan bahaya yang sepadan atau lebih besar.
  4. Memilih bahaya atau keburukan yang lebih ringan dibandingkan bahaya atau keburukan lainnya.
  5. Memilih menanggung bahaya yang lebih rendah untuk menolak bahaya yang lebih tinggi.
  6. Memilih menanggung bahaya yang khusus untuk menolak bahaya yang lebih luas dan umum.
Ketiga, pertimbangan untuk memilih antara kemaslahatan dan kemudharatan apabila keduanya bertemu
Kaidah-kaidah penting untuk memilih antara kebaikan dan keburukan apabila keduanya bertemu adalah sebagai berikut:
  1. Menolak kerusakan didahulukan atas mengambil kemanfaatan.
  2. Kerusakan kecil ditolerir untuk memperoleh kemaslahatan yang lebih besar.
  3. Kerusakan yang bersifat sementara ditolerir untuk kemaslahatan yang berkesinambungan.
  4. Kemaslahatan yang sudah pasti tidak boleh ditinggalkan karena adanya kerusakan yang baru diduga adanya.

BAGAIMANA MENGETAHUI KEMASLAHATAN DAN KEMUDHARATAN ?

Dr. Yusuf Qardhawi menjelaskan, “Kebaikan dan kerusakan di dunia serta di akhirat hanya dapat diketahui melalui syariat agama. Jika ada hal-hal yang belum diketahui, maka harus dicari dari dalil-dalil agama, yaitu Al Qur’an, As Sunnah, Ijma’, Qiyas yang benar dengan cara pengambilan dalil yang shahih”.
Masih menurut Dr. Qrdhawi, “Sedangkan kemaslahatan dunia dan hal-hal yang berkaitan dengannya dapat diketahui dengan kepentingan, pengalaman, kebiasaan, dan dugaan yang benar. Jika ada sesuatu yang masih belum diketahui maka harus dicari argumennya”.

PRINSIP-PRINSIP PENERAPAN FIKIH AULAWIYAT

  1. Memprioritaskan kualitas atas kuantitas
  2. Memprioritaskan ilmu atas amal
  3. Memprioritaskan amal yang luas kemanfaatannya atas amal yang kurang luas kemanfaatannya
  4. Memprioritaskan amal hati atas amal anggota badan
  5. Memprioritaskan hal yang ushul (pokok) atas furu’ (cabang)
  6. Memprioritaskan pengerjaan Fardhu atas Sunnah dan Nawafil
  7. Memprioritaskan Fardhu Ain atas Fardhu Kifayah
  8. Memprioritaskan meninggalkan yang haram atas yang makruh
  9. Memprioritaskan hak hamba atas hak Allah semata
  10. Memprioritaskan hak umat atas hak individu
  11. Memprioritaskan wala’ terhadap kepada umat atas wala’ kepada kabilah dan individu
  12. Memprioritaskan memperbaiki diri sebelum memperbaiki sistem
  13. Memprioritaskan pembinaan (tarbiyah) sebelum jihad
Rujukan: Dr. Yusuf Qardhawi, Fiqh Prioritas, Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah, Robbani Press, Jakarta, 1996.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar