Oleh : Cahyadi Takariawan
Terlalu sering saya sampaikan, agar kita tidak gagal dalam menikmati
jalan dakwah. Dalam berbagai forum dan tulisan, saya selalu mengajak dan
mengingatkan, agar kita selalu menjadikan jalan dakwah ini sebagai
sesuatu yang kita nikmati. Segala renik yang ada di sepanjang jalannya:
suka dan duka, tawa ria dan air mata, kemenangan dan kepedihan,
tantangan dan kekuatan, sudahlah, semua itu adalah bagian yang harus
bisa kita reguk kenikmatannya.
Di antara doa yang sering saya munajatkan adalah, “Ya Allah, wafatkan
aku dalam kondisi mencintai jalan dakwah, dan jangan wafatkan aku dalam
kondisi membenci jalan ini.” Tentu saja bersama doa-doa permohonan
lainnya. Saya tidak ingin menjadi seseorang yang mengurai kembali ikatan
yang telah direkatkan, mengungkit segala yang telah diberikan, dengan
perasaan menyesal dan meratapi segala yang pernah terjadi di jalan ini.
Saya merasa bukan siapa-siapa, dan hanya seseorang yang mendapatkan
banyak kemuliaan di jalan ini. Mendapatkan banyak saudara, mendapatkan
banyak ilmu, memiliki banyak pengalaman, mengkristalkan banyak hikmah,
menguatkan berbagai potensi diri, menajamkan mata hati dan mata jiwa.
Luar biasa, sebuah jalan yang membawa berkah melimpah. Maka, merugilah
mereka yang telah berada di jalan ini tetapi tidak mampu menikmati.
Maka mari kita nikmati jalan dakwah ini, “sebagai apapun”
atau “tidak sebagai apapun” kita. Posisi-posisi dalam dakwah ini datang
dan pergi. Bisa datang, bisa pergi, bisa kembali lagi, bisa pula tidak
pernah kembali. Bisa “iya” bisa “tidak”. Iya menjadi pengurus, pejabat,
pemimpin dan semacam itu; atau tidak menjadi pengurus, tidak menjadi
pejabat, tidak menjadi pemimpin, tidak menjadi apapun yang bisa disebut.
“Saya pengurus partai dakwah”. Ini bisa disebut.
“Saya pejabat publik yang diusung oleh partai dakwah”. Ini juga bisa disebut.
“Saya pemimpin organisasi dakwah”. Ini sangat mudah disebut.
“Saya kepala daerah yang dicalonkan dari partai dakwah”. Ini cepat disebut.
Tapi, kamu siapa ?
“Saya orang yang selalu berdakwah. Pagi, siang, sore dan malam.
Kelelahan adalah kenikmatan. Perjuangan adalah kemuliaan. Saya bahkan
tidak tahu, apa nama diri saya. Karena saya lebih suka memberikan hal
terbaik bagi dakwah, daripada mencari definisi saya sebagai apa di jalan
ini”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar