PKS “Enjoy” Menterinya di Reshuffle
Dalam kunjungan kerjanya ke Jambi, Sekjen DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kemarin berkesempatan mampir ke Graha Pena Jambi Ekspres Jalan Pattimura. Kunjunganya ke Graha Pena lebih kurang satu jam itu, penuh suasana kekeluargaan dan berlangsung akrab. Berikut beberapa petikan wawancara dengan Wakil Ketua DPR RI ini.
 Bagaimana bapak melihat dunia pers saat ini ? 
Industry
 media dan industri politik ini sama sebenarnya, sama – sama terkumpul 
dalam industri yang saya katakan industri pemikiran. Cuma 
produknya berbeda, kalau industri politik produknya kebijakan, kalau 
industri media produknya kata-kata. Kebijakan menghasilkan regulasi di 
masyarakat, sementara kata-kata menghasilkan frame berpikir masyarakat.
Lalu apa pengaruh kedua dunia ini terhadap masyarakat ?
Memang
 secara keseluruhan, dalam 13 tahun terakhir, kehidupan masyarakat 
Indonesia dipengaruhi oleh dua hal ini, yakni dengan munculnya dua 
undang-undang, pertama undang-undang kebebasan berpolitik dan 
undang-undang kebebasan pers.
Dengan
 adanya kebebasan berpolitik, maka muncul sistim multi partai dan dengan
 kebebasan pers, maka muncul media – media di negara kita. Hal ini 
menjadi wajar, karena memang penghalangnya di hilangkan oleh kebijakan 
negara kita.
Dengan banyaknya industri pers & partai politik apa implikasinya yang terlihat sekarang ini ?
Perkembangan
 di industri media dan industri politik mengakibatkanya banyaknya pemain
 yang terjun ke industri ini. Sehingga keduanya mendapatkan permasalahan
 yang sama.  Yakni masalah sumber daya manusia.
Banyak
 industri media mengakibatkan mereka sulit mendapatkan sumber daya yang 
baik, yang siap berkerja keras, bisa belajar cepat dan siap berada di 
bawah tekanan sementara gaji kecil karena ini industry baru. Sehingga 
akibatnya, SDM yang direkrut tidak sesuai dengan tuntutan, hasilnya, 
tulisan di media terkadang kurang baik. Belum lagi persaingan di antara media itu sendiri, dengan teknologi. 
Begitu
 juga di industri politik, untuk satu partai, harus menyediakan 560 
caleg DPR RI. Sementara, untuk menjadi caleg harus memiliki empat 
kriteria, yakni integritas pribadi, kompetensi, popularitas dan uang.
Kalau ada 10 partai, maka kita harus mencari 6000 orang, dan kalau ada 20 partai, maka harus mencari 12000 orang, dari mana kita mencarinya ?
Lantas bagaimana cara Parpol menyikapi soal SDM ini ?
Maka,
 akibatnya, orang-orang yang menjadi pengambil kebijakan tidak sesuai 
dengan yang di inginkan, dan hasilnya kebijakan yang diambil tidak baik.
 Lebih jauh lagi, semakin sering di kritik, maka semakin lama, cintra 
partai politik terus menurun. Swing voter meningkat setiap waktu.
Akbiat dari tidak maksimalnya dua industry ini, masyarakat menjadi bingung, dan muncul kekacauan-kekacauan.
Di antara dua industry ini, kemudian muncul yang namanya lembaga survey, yang selanjutnya menghubungkan dua lembaga ini.
Lembaga survey memberikan  resep
 pencitraan terhadap industry politik, pencitraan itu sendiri 
menggunakan industry media. Hasilnya, setiap ada permasalahan, maka 
pelaku politik sibuk memperbaiki citra dengan memasang iklan, tanpa 
memperbaiki permasalahan. Semakin sering industri media melakukan 
kritik, semakin banyak iklan yang di pasang oleh pelaku di industri 
politik, karena mereka mementingkan pencitraan.
Ini yang ingin saya sampaikan, bawa kita (industri politik dan industri media) sama-sama bertanggungjawab  mendisain masyarakat Indonesia kedepan
Terkait isu reshuffle yang akhir-akhir ini muncul di pusat, ini bagaimana sikap PKS ?
DI
 PKS, cara berfikir kita jangka panjang, jadi setiap langkah jangka 
pendek, kita selalu memikirkan dampaknya jangka panjang. Cara berfikir 
kita tidak lompat-lompat, kita selalu bertahap dan hasilnya di tiga kali
 pemilu, suara kita terus meningkat.
Kita
 pernah berada di posisi sebagai oposisi ketika megawati menjadi 
presiden, saat itu kita ditawari mentri agama, tapi kita menolak, dan 
pemilu selanjutnya suara kita meningkat.
Kita juga pernah berada di posisi sebagai koalisi, dan suara kita juga  tetap meningkat.
Bagi
 PKS, baik berada di oposisi atau di dalam koalisi, yang penting 
bagaimana kita tetap eksis. Sehingga meski berada di koalisi, kita tetap
 kritis, karena itu diatur dalam konstitusi. Hanya saja, kadang pihak 
lain merespo sikap kami secara berbeda-beda.
Terkait
 reshuffle, yang kita percayai, pertama itu adalah hak preogratif 
presiden. Namun itu tidak gratis, karena dia yang mengambil kebijakan, 
maka segala resiko menjadi tanggungjawabnya. Jangan sampai, dia yang mengambil kebijakan, lalau koalisi yang menanggung resikonya.
Yang
 kedua, reshuffle ini mengandung sebuah janji, maka janji adalah 
pertaruhan kredibilitas pemerintahan. Waktu pemerintahan saat ini, 
efektif hanya sekitar 2,5 tahun lagi. Dan waktu kerja efektif cabinet 
hanya 1,9 tahun lagi. Kalau pemerintahan tidak perform dalam dua tahun 
pertama, bagaimana dia bisa perform hanya dalam waktu 1,9 tahun lagi. Dengan
 kondisi oposisi dalam dua tahun pertama yang sangat lemah. Saat ini, 
oposisi tidak dapat mengimbangi pemerintahan secara keseluruhan. Jadi 
kerangka berfikir kita, Apakah reshuffle ini dapat meningkatkan kinerja ?
Lantas kok PKS terkesan spontanitas merespons kebijakan reshuffle ini ?
Sekali
 lagi, reshuffle ini bukan urusan PKS, ini urusan pemerintah yang mau 
menggunakan haknya, kita menyatakan begini tidak ada urusan pks, tapi 
cara berfikirnya adalah apa masalah utamanya ?? Sebenarnya ide utama 
reshuffle ini kan bagaimana mengurangi lemak-lemak yang ada seghingga 
pemerintah dapat bekerja lebih lincah.
Yang terjadi saat ini kan, isu reshuffle menjadi isu yang besar selama sebulan terakhir. Akibatnya,
 ada manuver manuver yang dilakukan oleh orang-orang yang terkait. Yang 
mau diresuffle melakukan manuver, dan orang-orang yang mendengar namanya
 masuk bursa pengganti melakukan manufer, sehingga presiden binggung 
sendiri.
Kalau
 mau reshuffle, ya seperti di lingkup pegawai negri saja, ganti 
mentrinya, langsung sertijab, tanpa di gembar-gemborkan seperti saat 
ini.
Lalu, bagaimana jika salah satu meteri dari pks di reshuffle ? 
Saat
 inikan tidak belum ada yang pasti, kita tidak bisa berandai-andai. Kita
 lihat saja nanti kalau memang benar-benar ada, baru kita mengambil 
kebijakan.
Bagaimana pertemuan antara presiden SBY dan presiden  partai PKS ? 
Hanya bicara biasa-biasa saja, membicarakanmasalah umum yang sepeerti di siarkan media-media itu.
Setelah
 ada wacana reshuffle, mengapa pks langsung mengadakan rapimnas ? apa 
karena untuk membahas, menteri kita di reshuffle lalu PKS mau berbuat 
apa ?
Tidak
 demikian, PKS memang begitu dalam setiap pengambilan keputusan, kita 
berdasarkan syuro. Jadi kita serahkan ke teman-teman seluruh Indonesia, 
ini ada waana reshuffle, bagaimana langkah kita . dan salah satu 
rekomendasi dari rapimnas, poin ke tiga itu, kita berada di dalam 
ataupun diluar kita tetap siap untuk membagun Indonesia.
*) sumber : www.jambiekspres.com 

Tidak ada komentar:
Posting Komentar