Siapa yang tau
Ketika hati ini semakin gundah
Siapa yang tau
Salahkah diri ini ketika harus menawarkan diri
Aku cinta bukan untuk kehinaan
Tapi untuk kebaikan hati dalam ridho Tuhan
Pernikahan adalah  suatu hal yang sangat penuh dengan nilai kebaikan dan kesempurnaan. Tak  sedikit para ikhwan dan akhwat yang hatinya penuh dengan gejolak karena  syahwat dunia yang semakin hari semakin sulit untuk di bendung.
Setiap pertemuan  selalu mendebarkan, terkadang tak tertahankannya perasaan membuat jatuh  kedalam jurang yang gelap semakin menjauhkan dari keimanan.  Naudzubillah.
Mungkin akan sedikit  aneh di negri ini ketika seorang wanita atau akhwat memulai melantunkan  nada pinangan kepada ikhwan yang di kehendakinya, karena hal ini sangat  jarang di dengar tapi sesungguhnya sering kali terjadi. Hanya saja nada  pinangan ketika akhwat yang memulainya agak sedikit aneh terdengar di  gendering telinga. Seperti ada kerendahan, kehinaan, dan kejatuhan harga  diri dari kemuliaan yang tidak mendasar.
Mungkin di antara  kita tak sedikit bertemu atau melihat ada beberapa orang tua gadis yang  mempunyai pertemanan dengan orang tua seorang ikhwan. Terlontarlah  sebuah kebaikan dari orang tua si gadis untuk menjodohkan anak mereka.  Sekilas mungkin biasa saja, tapi ini telah termasuk kedalam proses  penawaran seorang gadis pada seorang ikhwan.
Banyak hal ini  sebenarnya terjadi di dalam lingkungan kita, tapi terkadang kita tidak  menyadarinya bahwa telah terjadi suatu proses peminangan seorang akhwat  pada seorang ikhwan.
Tinjauan syar’i tentang hal ini?
Hal inipun telah  banyak terjadi pada zaman Rasulullah saw dan para sahabat. Tak sedikit  akan kita temui riwayat para wanita menawarkan dirinya pada seorang  laki-laki. Bahkan para sahabat Rasul saw dan ulama memandang sikap  menawarkan diri ini sebagai sikap yang terpuji dan merupakan kemuliaan  bagi si wanita.
Diriwayatkan dari  Anas ra, ia bercerita, seorang wanita dating kepada Rasulullah saw untuk  menawarkan dirinya kepada beliau seraya berkata, “Wahai Rasulullah,  apakah engkau membutuhkan aku (sebagai istri)? Mendengar hal itu, putrid  Anas berkata, “Betapa sedikit rasa malunya, dan betapa buruknya.” Anas  berkata, “Ia lebih baik daripada engkau. Ia menyukai Rasulullah lalu  menawarkan dirinya kepada Beliau.” (Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (5120), an-Nasa’I (VI/78, dan Ibnu Majah (2001)
Bagaimana Cara Akhwat Meminang Ikhwan?
Berkenaan dengan  cara ini, tentunya kita tidak berlepas diri dari kisah-kisah shahih yang  telah diriwayatkan oleh ulama-ulama gar tidak terjerumus pada hal-hal  yang halal tapi kemudian menjadi haram.
a. Melalui orang tua atau kerabat
“Ummu Habibah binti  Abu Sufyan berkata kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, nikahlah  dengan saudara perempuanku puteri Abu Sufyan.” Beliau saw bertanya,  “Apakah kamu menyukai yang demikian itu?” Ummu Habibah menjawab, “Saya  tidak asing lagi bagimu, dan engkaulah yang paling kuinginkan untuk  menyertai aku dalam kebaikan saudara perempuanku.” (diriwayatkan oleh al-Bukhari)
Pada kisah tersebut  Ummu Habibah menawarkan saudara perempuannya pada Rasulullah saw, tapi  kemudian Rasulullah saw menolaknya karena Ummu Habibah adalah istri  Rasulullah saw dan tidak diperbolehkannya menikah dengan saudara  perempuan istri.
Kemudian kita bisa  belajar dari kisah Nabi Syu’aib as yang sudah sangat tua, yang kemudian  menawarkan salah seorang putrinya kepada nabi Musa as sebagaimana  tersurat di dalam Al Qur’an surat Al Qashash ayat 27-28 :
Berkatalah dia  (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah  seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku  delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah  (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan  kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik".Dia  (Musa) berkata: "Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari  kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada  tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa  yang kita ucapkan".
b. Menawarkan diri secara langsung
Diriwayatkan dari  Sahal bin Sa’ad ra bahwa telah dating seorang wanita menawarkan dirinya  kepada Rasulullh saw kemudian Rasulullah saw menundukkan pandangan  darinya hingga datang seorang laki-laki berkata kepada Beliau,  “Nikahkanlah aku dengannya.” (Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (5126) dan Muslim (1425))
Dari hadist ini kita  dapat mengambil hikmah bahwa, apabila telah telah ada seorang laki-laki  baik dalam agamanya dan matang dalam kepribadiannya lalu kemudian kita  menghendakinya maka tak salah kita menyampaikan langsung hal tersebut  padanya.
Hal ini juga  ditempuh oleh Rabi’ah asy-Syamiyah ketika menawarkan dirinya kepada  Syekh Ahmad bin Abu al-Huwari yang dikenal dengan kebaikan agama dan  akhlaknya dan kemudian Syekh Ahmad pun menikah dengan Rabi’ah  asy-Syamiyah setelah berkonsultasi dengan gurunya.
Nasihat Dalam Hal Ini
Meminang ikhwan yang  dilakukan oleh akhwat adalah hal yang diperbolehkan dan tidak ada  halangan bagi si akhwat untuk melakukan ini.
Namun kemudian tak  sedikit ulama yang lebih menjaga hal ini agar tidak menimbulkan fitnah  bukan bermaksud untuk mengahalangi si akhwat untuk melakukan hal ini,  tidak lebih hanyalah untuk tetap bisa menjaga martabat dan kehormatan  dari si akhwat dan menghindarkan timbulnya kerusakan.
Kemudian dalam  memilih lelaki yang akan di pinang para ulamapun bersepakat bahwa lelaki  itu telah terlebih dahulu dipastikan kesalihannya, kematangan  emosionalnya, dan keluhuran akhlaknya.
Seorang laki-laki  pernah bertanya kepada Hasan bin Ali, “Aku mempunyai seorang putrid.  Siapakah kiranya yang patut menjadi suaminya menurut engkau?” Jawabnya,  “Seorang laki-laki yang bertaqwa kepada Allah. Karena jika ia senang, ia  akan menghormatinya dan jika ia sedang marah, ia tidak suka berbuat  dzalim kepadanya.”
Belajar Dari Khadijah
Terakhir ada sedikit  kutipan dari buku ustadz Mohammad Fauzil Adhim yang berjudul “Saatnya  untuk Menikah”, bagaimana agar kita bisa belajar dari Khadijah ra dalam  hal menawarkan diri ini.
Sebelum Khadijah  memutuskan untuk menawarkan diri kepada Muhammad yang ketika itu belum  menjadi Nabi langkah pertama yang di ambil adalah mencari informasi  sejelas-jelasnya dan setepat-tepatnya tentang Muhammad dengan mengutus  Maisarah, seorang pekerja laki-laki yang bekerja padanya untuk mengikuti  perjalanan dagang yang dipimpin oleh Muhammad.
Setelah memperoleh  informasi yang rinci dan cukup, Khadijah kemudian mengutus Nafisah binti  Munayyah (seorang wanita setengah bayah, berusia sekitar 50 tahun) yang  kemudian bertugas menjajaki kemungkinan dan sekaligus menawarkan  apabila terlihat adanya peluang.
Singkat cerita,  pernikahanpun dilangsungkan dengan sebelumnya dilakukan peminangan resmi  oleh keluarga Muhammad yang diwakili oleh pamannya, Abu Thalib dan  Hamzah kepada keluarga Khadijah.
Dari hal ini, ada 4 hal penting yang perlu kita mencatatnya baik-baik sebelum menawarkan diri.
Pertama,  carilah informasi sedetail-detailnya dan setepat-tepatnya sebelum  memutuskan untuk menawarkan diri sehingga tidak terjadi ganjalan di  tengah-tengah proses
Kedua,  gendaknya kita menawarkan diri melalui perantaraan orang lain, bukan  diri sendiri agar dapar dihindari hal-hal yang tidak perlu karena  pengajuan penawaran yang tergesa-gesa
Ketiga, orang  yang diminta untuk menjadi perantara adalah wanita yang sudah setengah  baya, karena mereka cenderung lebih mudah dalam mengkomunikasikan hal  ini, insyaAllah akan memberikan hasil yang lebih baik
Keempat, proses menuju pernikahan tetap dilanjutkan dengan peminangan secara resmi oleh pihak laki-laki.
Penutup
Demikian pembahasan  ini untuk kita pelajari bersama. Jika memang dia yang shalih akhlak dan  agamanya telah hadir dalam mimpi-mimpi kita, lalu apa yang membuat kita  ragu untuk menyampaikannya pada orang tua seperti Hafshah ra yang  memberikan “masukan” kepada ayahnya? Atau sebagaimana putri Syafura yang  menyampaikan hal itu kepada ayahnya, Nabiyullah Syu’aib as.
Kenapa kita harus membiarkan hal ini membuat rusuh risau hati yang bisa menjerumuskan kedalam kegelapan syahwat dunia.
Wallahu ‘alam bishawab
Pustaka
1. Di Jalan Dakwah Aku Menikah, Cahyadi Takariawan
2. Saatnya Untuk Menikah, Mohammad Fauzil Adhim
3. Fiqih Sunnah, Sayyid Sabiq
4. Shahih Fiqih Sunnah, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim
Oleh : Faguza Abdullah
Oleh : Faguza Abdullah

Tidak ada komentar:
Posting Komentar