Ustadz yang saya hormati. Saya prihatin dengan kondisi umat Islam  indonesia.. selain banyaknya umat Islam yang masih berada dalam  kesulitan (ekonomi lemah, pendidikan rendah ditambah dengan lemahnya  keimanan).
 Di sisi lain, sebagian umat Islam yang mengaku penyeru kepada dinullah malah  saling berseteru satu sama lainnya, saling hujat, saling fitnah dan  selalu berseberangan satu dengan lainnya disebabkan oleh masalah-masalah  khilafiah dan bagaimana suatu kelompok memilih jalan perjuangannya  untuk menegakkan Islam.
 Tidak jarang satu kelompok mengkafirkan kelompok lain, memfonis  sebagai ahli bid'ah dan khurafat. yang lebih memalukan lagi pertentangan  mereka dipublikasikan di wahana umum (internet ) yang notabene siapapun  bisa mengakses (termasuk para anti Islam)
 Mohon maaf kalau saya harus menyebutkan nama. Sebagai contoh, saudara  kita yang mengaku sebagai kelompok salafiy. Apabila kita lihat  situs-situsnya, sebagian berisi penghujatan terhadap kelompok/jama'ah  lain (semisal Ikhwanul muslimin dan jama'ah tabligh). Sepertinya energi  mereka habis mereka gunakan untuk mencari-cari kesalahan dan kelemahan  jama'ah-jama'ah lain alih-alih mendidik umat Islam yang masih jauh dari  aqidah yang lurus.
Apakah dakwah yang seperti itu (baca: metode kelompok salafiy) sesuai dengan prinsip dinul Islam yang mempunyai filosofi rahmatan lil'alamin?
Adakah usaha dari para pimpinan jama'ah-jama'ah itu untuk mencari  titik temu dalam memperjuangkan tegaknya Islam yang kita cintai ini?
jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,Sebenarnya dan sejujunya, tidak semua orang yang mengklaim dirinya sebagai penganut manhaj salaf atau menamanakan kelompok mereka sebagai salafi melakukan hal yang kurang baik itu.
Kami mengenal banyak tokoh mereka, bahkan dahulu pernah satu bangku  kuliah. Sebagian dari mereka malah menjadi dosen kami sendiri. Kami  menghormati mereka sebagaimana mereka juga bersikap sangat hormat.
 Kesan yang kami tangkap dari para ikhwah salafiyyin ini  justru simpatik, ramah dan akrab. Meski mereka tetap tampil dengan  'assesoris' khas mreka, yakni menaikkan celana di atas lutut, jenggotnya  panjang sampai perut, baju kemeja dikeluarkan, anti nasyid, dan segala  ciri khas atribut penganut salafi, tetapi mereka tetap manusia, yang  bisa juga bercanda, tertawa bahkan nyaris tidak ada garis batas.
 Toh kami dan teman-teman salafi, semuanya saat itu sedang menuntut  ilmu, dan kami pun mempelajari khilafiyah fiqhiyah dari kitab-kitab  fiqih. Kami yakin para ikhwah aktifis salafi yang pernah duduk di LIPIA  saat itu kalau baca tulisan ini, pasti akan mengenang masa manis  terindah saat itu.
 Mata kuliah Fiqih adalah mata kuliah yang semuanya berisi masalah  khilafiyah. Kami harus menghafal sekian banyak pendapat dari para ulama  berikut dengan dalilnya. Demikian juga dengan kuliah Ushul Fiqih yang  sangat menekankan logika dan kaidah.
 Sikap Sebagian KalanganMaka kalau ada kesan bahwa sikap teman-teman salafi itu kurang simpatik, suka mencela atau suka mengejek, kami katakan bahwa itu sama sekali tidak mewakili semua salafi.
Banyak ustadz salafi yang sangat berhati-hati dan menjauhkan diri  dari sikap-sikap yang agak kurang mengena di hati. Mereka berdakwah  mengajak orang ke jalan Allah, dengan niat yang ikhlas dan bersih dari  kepentingan pribadi.
 Memang kami tidak bisa menafikan bahwa ada sikap-sikap yang anda  sebutkan itu. Situs dan media lainnya jelas menggambarkan hal itu. Ini  tidak bisa ditampik, karenya nyatanya memang ada.Tetapi kami yakin bahwa para ikhwah salafiyyin yang shalih, santun,  berbudi dan ramah tentu jauh lebih banyak. Mereka tetap memandang banyak  hal sebagai bid'ah, syirik dan sebagainya. Namun cara mereka dalam  menyampaikan jauh lebih santun, tidak main cela, asal caci apalagi  sampai menghalalkan darah.
 Faksi-faksi Dalam SalafiyyinDan perlu juga kita ketahui bersama, di tengah kalangan salafiyyin sendiri tetap muncul berbagai kelompok, yang mana satu sama lain pun sering kali tidak sepakat. Ketidak-sepakatan ini kadang melahirkan pemandangan yang memalukan, karena mereka jadi bertengkar.
Bahkan para tokoh ulama yang sering dijadikan rujukan oleh kalangan ini, seringkali kita dapati berbeda pendapat.
 Kalau kita pernah membaca ada situs salafi yang menghujat suatu  kelompok seperti yang anda ceritakan, ketahuilah bahwa nyatanya terhadap  sesama salafi sendiri pun juga tidak sepi dari saling hujat. Bahkan  kadang lebih serem dari yang kita baca.Rupanya pertentangan di tengah kelompok yang sama-sama menamakan diri sebagai salafi itu juga seru. Saling caci, saling maki, bahkan sampai taraf mubahalah satu dengan yang lain.
Yang satu menuduh temannya sebagai salafi palsu, lalu membongkar  semua 'aib temannya itu di media atau situs mereka, sehingga orang  sedunia membacanya. Maka temannya yang dibegitukan tidak terima, lalu  balas orang yang menuduhnya dan dikatakan sebagai salafi gadungan.  Besoknya muncul tulisan di media untuk membongkar kedok lawannya. Dan  begitulah yang sering kita lihat. Weleh-weleh.
 Etika BerdakwahLucunya, semua mengaku sedang berdakwah, mengajak orang ke jalan Allah, menyebarkan syariat Muhammad SAW. Dan semua mengklaim bahwa kelompoknya saja yang paling benar. Kelompok lainnya dianggap salafi palsu, salafi gadungan, dan harus dibongkar kedoknya.
Kenapa kita tidak melakukan silaturrahim, tukar pikiran, brainstorming dan membangun dialog dengan dilapisi rasa sayang dan kemesraan?
 Sebenarnya tidak harus ada perang opini di media sampai harus  melakukan caci maki. Karena toh kita bisa melakukan apa yang pernah  dilakukan oleh para ulama salaf dahulu, di mana mereka tetap saling  bertenggang rasa meski tidak sependapat.Sedih rasanya kalau membaca kejadian demi kejadian di tengah umat Islam. Semoga ke depan mereka bisa akur dan saling menyayangi.
 Akar Masalah Penyebab Sikap Kurang TerpujiKalau kita kaji lebih dalam, barangkali ada beberapa hal yang boleh dibilang ikut melatar-belakangi sikap-sikap itu, antara lain:
1. Kesalahan Paradigma Dakwah
Harus secara jujur kita akui bahwa masih seringkali kita -siapa pun  juga- punya paradigma keliru terhadap dakwah. Rasanya kalau sudah bisa  mentahdzir, memperingatkan, atau mengutuk perbuatan orang yang dianggap  salah, berarti dakwah sudah selesai.
 Kalau sudah berhasil mencaci maki habis di media internet, rekaman  ceramah atau lewat buku dan majalah, berarti urusan sudah selesai.Sedangkan bagaimana reaksi dan penerimaan mereka yang diingatkan,  tidak ada urusan. Biar yang ditahdzir itu merasa terhina sekalian, dan  itu memang disengaja, sebab hinaan justru itu dianggap sebagai hukuman  atas kesahalannya. Astaghfirullah 
 Inilah bentuk paradigma yang salah kaprah. Kalau sampai seorang  pimpinan kelompok punya pikiran seperti ini, memang masalahnya tidak  akan selesai.
2. Rancunya Konsep Mabadi' dan Furu'iyah
Kesalahan kedua adalah tercampur baurnya konsep masalah pokok dengan masalah cabang. Kita sering lihat apa yang dijadikan bahan pertengkaran hanya urusan sepele, tidak jelas ujung pangkalnya. Bahkan para ulama besar pun masih berbeda pendapat.
Tapi perbedaan pendapat itulah kemudian yang dijadikan 'amunisi'  untuk menyerang saudaranya. Dan dianggapnya bahwa pendapat yang  dibelanya itu adalah kebenaran hakiki. Siapa pun yang tidak setuju  dengan pendapat dirinya, maka harus jadi musuhnya.
 Kita memang harus tegas kepada kelompok yang jelas-jelas menyimpang  dari aqidah, misalnya kalangan Ahmadiyah yang bernabi kepada Mirza  Ghulam. Atau kepada kalangan Liberalis yang menyatakan semua agama sama  dan benar serta diterima Allah.
 Tapi kalau urusan jenggot, isbal, baju kemeja dikeluarkan, minyak  wangi, lebih dekat ke urusan furu'iyah, sejak dulu sampai sekarang tidak  pernah selesai masalahnya.
3. Kepentingan Pribadi
Dari sekian banyak kasus yang kami ketahui tentang perseteruan antar  faksi dan kelompok, yang sangat kami sayangkan justru banyak yang  dilatar-belakangi urusan pribadi. Ada yang urusan duit, ada juga yang  terkait dengan masalah ketersinggungan personal, ada juga yang masalah  sengketa keluarga.
 Pokoknya, urusan pribadi sering kali ikut juga memperkeruh suasana.  Namun tidak etis rasanya kalau contoh kasusnya dibedah di sini. Nanti  malah akan jadi MGM. Apa itu MGM? 'Media Ghibah Nasional'.
 Dan kasus-kasus model begini tidak lantas hanya dimiliki oleh satu  kelompok saja. Coba kita lihat, nyaris hampir di semua kelompok dakwah,  baik yang formal atau yang tidak formal, ternyata tidak juga sepi dari  kasus dengan latar belakang seperti ini.
4. Faktor Gengsi
Ini penyakit manusia. Seorang bintang di atas panggung biasanya butuh tepuk tangan. Semakin ditepuki semakin bergayalah dia. Semakin bisa menghujat rekannya, maka semakin berkibarlah dia.
Betapa banyak perseteruan itu kadang sudah lepas dari akar permasalahannya. Yang tersisa tinggal masalah dendam dan gengsi.
 Tapi sekali lagi kami katakan ini justru sangat manusiawi. Rupanya  tokoh besar pun juga punya titik-titik kelemahan, salah satunya adalah  susahnya melawan gengsi.
 Tentu masih banyak analisis yang bisa dibedah, insya Allah  kapan-kapan kita akan bicarakan lebih panjang, tanpa harus menunjuk  hidung, tanpa menyebut nama, tanpa harus ada yang dijatuhkan atau merasa  dijatuhkan. Karena penyakit itu adalah penyakit kita bersama, bukan  monopoli kalangan tertentu. Semua akan jadi pelajaran penting bagi kita  dalam menata umat ini ke depan.
 Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 
 
 Ahmad Sarwat, Lc

Tidak ada komentar:
Posting Komentar